Kebodohan, Kemiskinan dan Keterbelangan Tantangan Bagi Santri
Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah, Habib Ubaidillah Al Hasany mengatakan, kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan menjadi tantangan besar manusia, utamanya umat Islam. Sebab itu, para santri berkewajiban berperan aktif mengatasi persoalan besar ini.
Pesan tersebut disampaikan oleh Habib Ubaidillah Al Hasany pada peringatan Hari Santri 2022 di Kompleks pondok Al Ubaidah, Kertosono, Jawa Timur.
Di depan sekitar 1000 santri dan undangan, Habib Ubaidillah menilai tema hari santri ‘Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan’ sangat relevan.
"Ini menjadi tugas para santri dan umat manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebab, saat ini nilai-nilai kemanusiaan rendah dipengaruhi oleh bermacam persoalan. Ini juga menjadi tugas para santri, untuk memberikan solusi ujar," Habib Ubaid.
Selaku pemimpin upacara, Habib Ubaid juga membacakan sambutan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, untuk peringatan Hari Santri 2022. "Dalam sejarah santri selalu terlibat aktif dalam fase perjalanan Indonesia. Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak,” kata Ubaid mengutip sambutan Menteri Agama.
Santri dengan berbagai latar belakangnya, siap mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara. Menurut Menteri Agama Yaqut, meskipun para santri kini mampu berkiprah di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, serta politik, namun santri harus tetap mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya.
Habib Ubaidillah menekankan, tantangan masa depan adalah bagaimana para santri mampu memecahkan berbagai persoalan umat, “Dengan kecerdasan intelektual dan spiritual, para santri harus dibentuk sebagai insan yang profesional religius,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, bahwa Insan yang profesional religius adalah para santri yang alim-fakih, memahami ilmu agama sekaligus mengamalkannya. Kemudian ia menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan mandiri.
Ponpes Al Ubaidah yang bermitra dengan LDII, terus membenahi kurikulumnya agar para santri tidak hanya ahli dalam agama saja, tapi juga berkontribusi dalam pembangunan. Ia mencontohkan, upacara Hari Santri diikuti para santri dengan memakai sarung, baju koko, batik, ada yang sarungan, bahkan terdapat para pesilat dan petugas keamanan.
“Kami mengajarkan manusia tidak sama, berbeda-beda agama dan keyakinan. Ini semua menunjukkan kebhinnekaan Indonesia. Untuk itu, perlu dikembangkan sikap toleransi dan saling menghargai,” tutur Habib Ubaidillah.
Kebangkitan Umat Islam
Secara terpisah, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan Hari Santri merupakan momentum kebangkitan umat Islam di segala bidang.
“Para santri sejak era pergerakan nasional hingga revolusi fisik, memiliki andil yang besar dalam sejarah bangsa. Nilai-nilai perjuangan sebagai agen perubahan yang positif harus tetap dilestarikan oleh para santri,” tutur KH Chriswanto saat menghadiri pembukaan Festival FORSGI Piala Kemenpora di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi.
Ia mengatakan, potensi santri dan pondok pesantren bila dikelola dengan baik, bangsa Indonesia bisa menjadikannya modal pembangunan masa depan.
“Santri memiliki kecerdasan dan kesalehan sosial, ini berbeda dengan generasi pada umumnya yang lebih mementingkan duniawi. Dengan terus menanamkan nilai-nilai kebangsaan, mereka akan menjadi modal Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.
Di LDII, menurut KH Chriswanto, terdapat slogan “sarjana yang muballigh dan muballigh yang sarjana”. Slogan ini diwujudkan dalam bentuk pendirian Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) dan Pondok Pesantren Pelajar dan Mahasiswa (PPPM). Dengan model pendidikan boarding school terebut, LDII menciptakan santri intelektual, yang memiliki kepahaman agama yang kuat, berakhlak mulia, dan mandiri.
Ia juga meminta psantri agar terus mempertahankan tiga prinsip dasar, yang selama ini menjadi landasan kaum santri dalam berkiprah, baik sebelum maupun saat mengisi kemerdekaan.
Pertama, para santri harus terus memegang teguh slogan “cinta tanah air adalah sebagian dari iman". Maka, harus santri selalu siap melakukan apa saja untuk membela, mempertahankan, dan memperjuangkan bangsa dan negara.
Kedua, santri harus memegang teguh mitsaq (kesepakatan) dalam bernegara. Sebab, terbentuknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 karena adanya kesepakatan dari para pendiri bangsa.
“Saya menyebutnya sebagai kesepakatan nasional. Kesepakatan nasional inilah yang (harus) terus dipegang. Karena itu, kita menolak segala bentuk ideologi lain, bentuk negara yang lain, karena menyalahi kesepakatan,” katanya.
Ketiga, bahwa santri harus terus menjadi pemakmur bumi. Adapun salah satu caranya dengan mengembangkan ekonomi melalui pertanian, perkebunan, pertambangan, atau perindustrian.
“Untuk mengembangkan bumi itu membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya santri dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk bisa mewujudkan tugas memakmurkan bumi,” ujarnya.
Advertisement