Kebocoran Data eHAC Harus Disikapi Serius oleh Negara
Pakar Hukum Siber Universitas Airlanggar, Masitoh Indriani mengatakan kebocoran 1,3 juta data pribadi penguna aplikasi eHAC harus disikapi serius oleh negara. Karena, UU ITE sangat terbatas dan masih sangat insufficient dalam konteks melindungi data pribadi pengguna.
"Kejadian kebocoran data pribadi pengguna ini berulang kali tanpa ada tindak lanjut yang jelas dari pemerintah. Misalnya kasus Tokopedia, Bukalapak, BPJS, kasus pinjol dan masih banyak lagi. Ini bukti ketidakmampuan aturan di negara ini untuk melindungi dengan maksimal data warganya. Kita sebagai pemilik data seakan-akan hanya pasrah saja bila dihadapkan dengan kasus seperti ini," katanya kepada Ngopibareng.id, Rabu, 1 September 2021.
Menurutnya, dengan banyaknya kebocoran data perlu adanya percepatan pengesahan RUU PDP. RUU PDP memang masih menimbulkan kontroversi. Namun, moment ini harus dilakukan kajian ulang tentang poin penting yang masih menjadi ganjalan. Seperti sanksi pidana dan otoritas perlindungan data pribadi.
"Sehingga wujud ideal dari hukum perlindungan data pribadi akan mampu menjawab berbagai kasus kebocoran data pribadi," katanya.
Masitoh menambahkan, lemahnya hukum terkait perlindungan data pribadi di Indonesia memang dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya adalah tantangan perkembangan hukum dan perkembangan teknologi.
Meski demikian, usaha untuk memenuhi perlindungan hak dasar WN tetap harus menjadi prioritas.
"Banyak sekali aturan terkait dengan perlindungan data pribadi itu tersebar di lebih dari 30 aturan dan sifatnya sektoral. Hal ini tentunya akan ada hambatan birokratis dalam penegaknnya," tandasnya.
Ia berharap, Indonesia bisa mencontoh negara tetangga dalam perlindungan hukum data pribadi warga negara.
"Singapura, Malaysia yang sudah cukup lama mempunyai legal framework PDP, dimana mengatur banyak sekali aturan untuk negara, perusahaan swasta hingga perorangan untuk mentaati aturan tentang data pribadi," pungkasnya.