Kebijakan Tes Urine Bagi Calon Pengantin Melanggar HAM
Pro kontra kebijakan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur terkait tes urin bagi pasangan calon pengantin mulai memanas. Aktivis pemberdayaan masyarakat yang juga pengacara, Rudhy Wedhasmara menyayangkan kebijakan tersebut.
"Kebijakan itu terlalu dipaksakan," kata Rudhy.
Disebut terlalu dipaksakan karena tanpa melalui perencanaan yang melibatkan elemen masyarakat, NGO, ormas, stakeholder sebagai bagian pra legislasi atau pembuatan kebijakan.
Sinyo, panggilan akrab Rudhy, mengatakan masukan stakeholder terutama NGO yang bergerak dalam penanggulangan dampak buruk Napza berguna sebagai masukan atau kritik terhadap pelaksanaan kebijakan tes urine tersebut.
Karena kebijakan ini tentu akan berdampak pada kesiapan masyarakat terutama edukasi tentang narkoba.
Kata dia orang menikah tidak hanya menyatukan pengantin, tetapi juga menyatukan dua keluarga. Apabila keluarga belum menerima edukasi dengan baik dan benar, maka bisa dipastikan pernikahan tidak akan berlangsung.
Dikhawatirkan kata Sinyo, keluarga masing-masing calon pengantin akan timbul persoalan baru yaitu stigma dan diskriminasi. "Sehingga negara bisa dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) seperti hak dasar orang menikah atau hak memiliki keturunan," katanya.
Lanjut Sinyo, kebijakan tes urine bagi calon pasangan pengantin ini juga akan berimbas kepada sektor lain, seperti pendidikan, hak hidup layak atau memperoleh pekerjaan yang layak.
Ini artinya negara bukan melindungi rakyatnya malah membatasi hak dasar warga negara, seperti hak memperoleh keturunan, pendidikan, maupun pekerjaan layak yang tentunya akan menimbulkan persoalan baru di masyarakat.
Sinyo khawatir kebijakan ini juga akan berimbas kepada kebijakan birokrasi, misalnya pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), SIM, paspor, maupun urusan adminsitrasi lain yang mengharuskan tes urin.
"Sangat tidak efektif dan efisien penanggulangan Napza," katanya.
Belum lagi menyangkut dukungan anggaran. Kata Sinyo, kesiapan sarana prasarana dalam pelaksanaan kebijakan ini belum memadai. Karena belum didukung anggaran, pemangku kepentingan tingkat daerah, elemen masyarakat, maupun dukungan sarana prasarana lain.
Tak semua kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki tempat rehabilitas yang memadai. Daerah juga belum mendukung terkait anggaran.
Begitu juga efektivitas program dalam upaya penanggulangan narkoba dan penyelamatan generasi bangsa, juga dinilai masih jauh dari harapan. Fakta lapangan, test urin yang dijadwalkan kemungkinan tidak berjalan efektif terkecuali sidak.
Proses pernikahan itu rentan waktunya lama. Inilah yang bisa diatur oleh masing-masing mempelai apabila mereka sebagai seorang pengguna.
"Ketika ada jadwal test urin, calon mempelai akan mengatur waktu seminggu atau dua minggu sebelumnya untuk tidak mengkonsumsi narkoba. Maka, bisa dipastikan hasilnya akan negatif narkoba karena test urin hanya dapat mendeteksi seseorang pengguna hanya satu atau dua minggu saja," katanya.
Karena itu, pria berkepala plontos ini mengusulkan agar BNNP Jawa Timur melibatkan para elemen masyarakat atau stakeholder dalam perencanaan atau pengkajian sebuah kebijakan.
"Jangan hanya tujuannya untuk kebijakan populis tetapi kebijakan tersebut justru dikemudian hari memiliki dampak di masyarakat dan lagi-lagi kembali ke masyarakatlah yang mau tidak mau mengatasi persoalan tersebut," katanya.
Seharunya, lanjut Sinyo, kebijakan itu dibuat melalui kajian-kajian yang mendalam dan efektif. Tidak harus populis.
"Misal KUA bekerjasama dengan aparatur pemerintah, baik di tingkat kecamatan, kelurahan/desa, RT/RW untuk melakukan pembinaan atau konseling atau home care kepada keluarga pasangan menikah yang baru atau lama sesuai pemetaan atau melalui kegiatan-kegiatan warga yang hal ini didukung penuh BNN," katanya.
Fungsi tes urine harusnya dikembalikan fungsinya sesuai UU Narkotika bahwa tes urin dipergunakan untuk kepentingan pro justisia yakni dalam koridor hukum untuk penyelidikan dan penyidikan dalam menemukan alat bukti atau menemukan bukti permulaan yang cukup yang diselenggarakan oleh penegak hukum.
Selain itu, kata Rudhy, tes urine juga dapat digunakan untuk keperluan rehabilitasi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendidikan dan pelatihan.
"Sehingga perlu pengkajian mendalam terkait pelaksanaan test urin dalam upaya pencegahan, agar kemudian para pelaksana kebijakan tidak dianggap inskontitusi dalam menjalankan kebijakan yang telah tertuang dalam UU Narkotika" katanya.
Advertisement