Kebebasan Pers Dikekang di Rusia, Ini Kritik PBB
Kebebasan pers mengalami pengekangan di negeri Tirai Besi telah lama menjadi fakta bersejarah. Apalagi, ketika pemerintahan Uni Soviet. Kini, pembatasan ruang sipil di Rusia semakin parah sejak mereka menginvasi Ukraina 24 Februari 2022.
Pakar Hak Asasi Manusia PBB, mengutuk tindakan keras otoritas Rusia terhadap kelompok masyarakat sipil, pembela hak asasi manusia dan media yang terus memburuk sejak invasi Rusia di Ukraina pada 24 Februari. Kelompok itu pun meminta pemerintah Rusia untuk menghentikan tindakan keras terhadap ruang sipil.
“Selama 10 tahun terakhir, kami telah menyaksikan tindakan keras yang tegas dan sistematis terhadap masyarakat sipil di Rusia,” kata para ahli HAM PBB dilansir Anadolu, dikutip Minggu 17 Juli 2022.
Mereka mengatakan penciptaan stigma aktor masyarakat sipil dan pembela hak asasi manusia sebagai agen asing sebagai pelecehan. Tidak hanya itu, upaya memenjarakan para aktor serta menutup organisasi hak asasi manusia berkontribusi pada ruang sipil yang telah menyusut di Rusia. Para ahli juga mengkritik otoritas Rusia yang membatasi kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai dan berserikat bagi masyarakat sipil.
“Sejak awal invasi ke Ukraina, tren mengganggu ini telah memburuk secara dramatis,” kata para ahli.
Protes Para Penentang Perang
“Ketika ribuan orang keluar untuk berdemonstrasi secara damai menentang perang, lebih dari 16.000 orang termasuk banyak dari kalangan pembela hak asasi manusia, ditahan karena berpartisipasi atau meliput demonstrasi damai anti perang tersebut,” sambung para ahli.
Para ahli juga menemukan bahwa pihak kepolisian Rusia telah menggunakan kekuatannya secara berlebih terhadap para pengunjuk rasa termasuk mempermalukan dan mengancam mereka. Bukan itu saja, pihak kepolisian juga membatasi akses ke kantor polisi maupun pengadilan bagi para penasihat hukum dari demonstran yang ditahan.
Para ahli PBB yang mengkritik Rusia antara lain Mary Lawlor, Clement Nyaletsossi Voule dan Irene Khan. Ketiganya adalah pelapor khusus untuk hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi bersama dengan anggota kelompok hak asasi manusia PBB.
Mereka menjelaskan perusahaan media Rusia paling independen telah ditutup pemerintah guna menghindari penuntutan serta pemblokiran bersama akses media asing. Tercatat, lebih dari 20 media berhenti beroperasi atau menangguhkan pekerjaan mereka di negara itu.
Pemerintah Rusia juga telah memblokir media sosial Twitter, Facebook dan Instagram. Rusia bahkan telah menetapkan platform Meta sebagai organisasi ekstremis dan dilarang keberadaannya. Akibatnya, banyak perusahaan, terutama di sektor teknologi, menarik diri dari Rusia karena risiko reputasi dan hukum.
Secara garis besar, penutupan platform itu telah membuat para pembela hak asasi manusia dan organisasi masyarakat sipil memiliki sedikit informasi guna mendukung pekerjaan mereka.
“Bisnis harus memperhatikan hak asasi manusia di seluruh operasi mereka dan berusaha membantu pembela hak asasi manusia di Rusia serta organisasi masyarakat sipil untuk menghindari isolasi secara penuh,” para ahli mencatat.