Kebebasan Pers diganggu Penguasa, Puluhan Wartawan di Jember Aksi Jalan Mundur
Puluhan wartawan di Kabupaten Jember melakukan aksi berjalan mundur di Bundaran Kantor DPRD Jember, Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Kamis, 16 Mei 2024 malam. Aksi jalan mundur itu sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Penyiaran yang dinilai bisa memberangus kebebasan pers.
Puluhan wartawan yang melakukan aksi jalan mundur itu tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Tapal Kuda, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember.
Sekjen IJTI Tapal Kuda Mahfud Sunarjie mengatakan, sejumlah alasan mendasar draf RUU Penyiaran, pengganti UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, di antaranya upaya penyelesaian sengketa pers dilakukan KPI. Aturan tersebut sudah jelas bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, terdapat pasal dalam draf RUU Penyiaran yang melarang penayangan hasil investigasi di media. IJTI menilai pasal tersebut mengancam kebebasan pers dan merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan informasi berkualitas.
“Revisi tersebut bukan hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga merugikan kepentingan publik. Draf RUU Penyiaran juga bertentangan dengan amanat UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” katanya.
Insan pers Jember juga mengutuk keras pernyataan Komisi I DPR RI yang menyebut jurnalisme investigasi memengaruhi proses hukum. Semestinya dalam negara demokrasi, Pro Justisia bisa berjalan bersama dengan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi berkualitas.
Lebih jauh Mahfud menjelaskan, isi dalam draf RUU Penyiaran lebih banyak memperkuat penguasa pada pemilu 2024 yang diduga alergi terhadap keberadaan pihak oposisi.
“Jika sampai RUU Penyiaran disahkan, maka tidak akan ada lagi kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah,” pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan Dewan Penasihat PWI Jember Sutrisno. Menurut Sutrisno, jurnalisme investigasi merupakan roh sebuah berita. Karenanya, Sutrisno menilai dalam draf RUU penyiaran ada upaya pemerintah memberangus kebebasan pers, khususnya pada pasal 50B ayat 2 huruf c.
Karena itu, insan pers Jember akan terus melakukan penolakan terhadap RUU Penyiaran tersebut. Sebab, sangat aneh jika wartawan dilarang melakukan peliputan investigasi.
“Kami akan terus menolak RUU Penyiaran, terutama yang berkaitan dengan pelarangan jurnalisme investigasi dan aturan lain yang bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota AJI Jember Imam Nawari menyampaikan, kebebasan pers di Indonesia harus tetap dipertahankan dan tidak dapat diganggu gugat. Sebab, kebebasan pers merupakan salah satu upaya pemenuhan hak konstitusional warga Indonesia.
AJI Jember mengkaji, setidaknya ada tiga klausul dalam draf RUU Penyiaran yang berpotensi mematikan jantung pers. Di antaranya pasal 8 dan pasal 42 terkait adanya kewenangan lembaga lain selain Dewan Pers yang bisa menangani kasus sengketa pers. Kemudian juga pasal 50 terkait pembatasan jurnalisme investigasi.
“AJI Jember secara tegas menolak RUU Penyiaran. Jangan sampai RUU tersebut disahkan dan menjadi undang-undang,” pungkasnya.