Kebaya Diperjuangkan Menjadi Warisan Tak Benda Unesco
Kebaya didorong menjadi warisan bukan benda Unesco. Karena selain bentuknya yang unik, kebaya juga menjadi salah satu alat pemersatu bangsa.
“Kebaya sejak dahulu dipakai banyak perempuan Indonesia sebagai busana harian, entah itu ke pasar, kondangan, bahkan hanya diam di rumah,” kata Ketua Organisasi Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Rahmi Hidayati dalam diskusi media secara virtual, Rabu 11 November 2020.
Pernyataan itu disampaikan terkait rencana digelarnya Kongres Berkebaya Nasional (KBN) pada 21–22 Desember 2020. Kongres yang akan dihadiri lebih dari 1000 peserta dari berbagai organisasi politik, sosial dan budaya.
“Target goal kami adalah kebaya bisa didaftarkan ke Unesco sebagai warisan dunia tak benda dari Indonesia. Jika dilihat modelnya, kebaya kita tak dimiliki negara lain,” ujarnya.
Ditanya soal jumlah anggota komunitas pencinta kebaya, Rahmi mengatakan, dirinya belum melakukan pendataan. Sehingga tidak punya data akurat terkait jumlah komunitas atau organisasi pecinta kebaya.
“Kebaya ini fleksikbel, karena ada di komunitas batik dan organisasi lain. Pernah kami melakukan kegiatan yang diikuti lebih dari 175 ribu orang berpartisipasi,” ujar Rahmi yang mengaku bangga karena kebaya mulai disuka kalangan milenial.
Perempuan sehari-hari menggunakan kebaya sebagai busana harian mengemukakan, kebaya itu bisa dipakai dalam situasi apapun, yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Banyak perempuan, katanya, menggunakan kebaya untuk bersepeda, naik gunung atau sekadar kongkow bareng dengan teman-teman.
“Bahkan berkebaya sudah mulai trend di kalangan muda. Di kampus, kebaya sudah dianggap hal yang biasa seperti halnya kaus atau kemeja biasa,” katanya.
Ketua Penyelenggara Kongres Berkebaya Indonesia, Lana T Koentjoro menjelaskan, kegiatan kongres mendapat dukungan dari Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Lewat kongres itu, kami ingin pemerintah mengambil keputusan tentang perlestarian kebaya sebagai elemen budaya Indonesia, seperti halnya batik. Selain itu, mendapat pengakuan dari Unesco sebagai warisan dunia tak benda,” kata Lana.
Ditambahkan, kongres juga akan mendorong pemerintah untuk menetapkan Hari Berkebaya Nasional. Setelah itu, perlunya dirancang program pemberdayaan masyarakat melalui produksi dan pemasaran kebaya.
“Kongres akan diikuti sekitar seribu peserta dari seluruh Indonesia. Karena pandemi, kongres akan dibuat dalam bentuk virtual,” ujarnya.
Selama dua hari kongres, lanjut Lana, peserta akan mendapat pencerahan melalui webinar yang menampilkan berbagai tema. Diantaranya, kebaya dari masa ke masa, aspek ekonomi kebaya, aspek psikologis kebaya serta aspek politik kebaya.
“Di hari kedua, bagaimana mengenalkan kebaya ke dunia serta penetapan kebaya sebagai warisan dunia Unesco,” kata Lana.