Kebakaran Karhutla di Bromo Tak Berpengaruh ke Wisatawan
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sejak sekitar sepekan terakhir tidak berpengaruh signifikan terhadap arus kunjungan wisatawan. Terbukti, tingkat hunian hotel di kawasan Bromo, Kabupaten Probolinggo relatif tinggi, sekitar 60 persen.
“Kebakaran hutan dan lahan di kawasan Bromo tidak terlalu berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan. Okupansi hotel di kawasan Bromo lumayan tinggi, 60 persen,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo, Digdoyo P. Djamaluddin, Selasa sore, 5 September 2023.
Yoyok, panggilan akrab Digdoyo P. Djamaluddin menambahkan, sekarang ini termasuk high season bagi kunjungan wisatawan di Bromo. Sehingga tidak hanya wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bromo. Juga banyak wisatawan domestik yang berkunjung terutama saat akhir pekan (weekend).
Akibat karhutla, udara di kawasan Bromo memang kurang fresh. Namun hal itu tidak menghalangi wisatawan untuk berkunjung ke destinasi primadona di Indonesia itu.
Sepengetahuan Yoyok, belum ada calon wisatawan yang membatalkan pesanan hotel sejak terjadi karhutla beberapa hari lalu. Diakui, sebagian jalur wisatawan di kawasan TNBTS memang ditutup oleh Balai Besar TNBTS agar tidak mengganggu proses pemadaman kebakaran.
“Calon wisatawan tidak perlu takut meski ada kebarakan hutan dan lahan, wisatawan masih bisa ke Bromo melewati Cemorolawan, Probolinggo atau Wonokitri, Pasuruan,” kata Yoyok.
Selain itu masih banyak alternatif destinasi wisatawa di kawasan TNBTS yang tidak tersulut api. Di antaranya, Laut Pasir (Kaldera) Bromo, Mentigen, hingga view point Penanjakan.
Hal senada disampaikan Soni Wahyu, penyedia jasa wisata Bromo. Dikatakan meski terjadi kebakaran di Bromo, tidak ada tamunya yang membatalkan kunjungannya ke Bromo. "Tamu-tamu hotel saya tidak ada yang membatalkan kunjungan ke Bromo akibat kebakaran,” katanya.
Sejumlah wisatawan bahkan mengaku, justru bisa menyaksikan fenomena langka di kawasan Gunung Bromo berupa embun beku (froozen dew). “Kawasan Laut Pasir Bromo pun berselimut embun beku, mirip lapisan salju di Eropa,” ujar Raphel, wisatawan dari Kota Probolinggo.
Fenomena yang oleh warga Tengger disebut embun upas memang terjadi rutin setiap puncak kemarau, Agustus-September. Saat itu, ketika suhu udara di bawah 0 derajat Celcius, embun yang turun di kawasan Bromo pun akhirnya membeku.
“Embun yang menempel pada rerumputan dan semak-semak terlihat seperti kristal putih, sangat indah,” ujar Puji Anugerah, juga wisatawan Bromo.
Advertisement