Keagungan Nabi Muhammad, Bermental Kuat dalam Segala Hal
Dosen Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta, Bagus Riyono, mengatakan, Rasulullah Muhammad SAW adalah cermin manusia yang memiliki kesehatan mental yang prima. Dari membaca tarikh Nabi Muhammad SAW bisa banyak direngkuh teladan baik terkait dengan kesehatan mental.
“Orang yang sehat mental adalah orang yang selalu semangat belajar. Sehingga ia semakin faham dan bijaksana, dan itu diajarkan oleh Rasulullah SAW,” ungkapnya, dalam keterangan Rabu 28 Oktober 2020.
Menilik sejarah perkembangan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah, Bagus mengatakan bahwa tantangan pertama dakwah Rasulullah adalah dari pihak internal keluarganya. Hambatan dakwah yang diterima Rasulullah dari keluarganya itu disebabkan mindset dari penentang tersebut yang sudah tidak jernih, dipenuhi dengan kepentingan.
Sehingga pola pikir tersebut mengalami kesulitan dalam menerima ajaran kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Semangat belajar terhadap hal baru tersebut ditampik karena dorongan kepentingan, misalnya jabatan, politik, dan bisnis. Kepentingan tersebut menyebabkan para penentang dakwah Rasulullah enggan membuka diri dan mindsetnya.
President of SIETAR Indonesia ini menambahkan, mental yang sehat adalah pikiran yang jernih atau mindset yang lurus serta koheren. Dalam paparannya, mental yang sehat itu bisa merepresentasikan keadaan dengan seungguhnya.
Dalam hal ini, disampaikan tidak memiliki tendensi pribadi, tidak memiliki motiv menyusahkan orang lain, serta mampu menyampaikan keadaan dengan sederhana dan apa adanya sehingga muda diterima dan dipahami secara umum.
“Dalam konsep Islam, konsep mental ini merupakan konsep yang tercakup dalam an nafs yang sering diterjemahkan sebagai jiwa,” imbuhnya.
Menurutnya, ini perbedaan mendasar antara khazanah keilmuan psikologi Islam dan Barat. Karena di Barat motor pengerak untuk berfikir atas perilaku manusia adalah dominasi otak semata, namun dalam Islam tidak. Di Islam proses tersebut terjadi secara sistemik, di mana proses berfikir manusia juga dilakukan oleh otak (pikiran) dan perasaan.
“Sehingga dalam Islam itu tidak terkotak-kotak, sehingga ada konsep hati, nafs dan lain-lain. Sehingga yang namanya berfikir juga dilakukan oleh hati atau qalb,” tuturnya.
Bagus Riyono, Dosen Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta, dalam acara Covid Talk Muhammadiyah Covid Comand Center (MCCC) dengan tema “Maulid Nabi Muhammad SAW dan Semangat Sehat Mental, yang diselenggarakan secara daring pada Senin.
Sementara itu, Siti Majidah, Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) UAD dan UNISA dalam paparannya mengatakan saat sekarang ini, di masa pandemic covid-19, manusia mengalami banyak persoalan. Di antaranya adalah persoalan ekonomi yang kemudian berdampak pada masalah psikologi.
Sehingga diperlukan teladan untuk menghadapi segala macam persoalan yang merundung manusia. Majidah menyarankan untuk mengikuti rumus yang diberikan oleh Rasulullah, yakni penerimaan dengan ikhlas, selanjutnya hadirkan keyakinan atau optimism. Optimis yang dilakukan oleh orang beriman akan menghadirkan konsep tawakal kepada Allah SWT.
“Tawakal dalam Islam itu bukan hanya diam saja, namun bagaimana manusia untuk terus berusaha dan kemudian berdoa, lalu menyerahkan semuanya kepada Allah SWT atas apa yang telah kita kerjakan,” tuturnya.