Keagungan Kitab Al-Muhazzab, Ini Uraian Ulil Abshar Abdalla (1)
Kitab agung itu bernama Al-Muhazzab, demikian tulisan KH Ulil Abshar Abdalla, Pengasuh Pengajian Ihya Ulumiddin. Sebagai intelektual Muslim, banyak khazanah Keislaman yang menjadi perhatiannya untuk diperkenalkan kepada publik.
Kali ini, ia menulis karya ulama penting bernama Syekh Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476 AH/1083 AD). Berikut uraian lengkap Gus Ulil, yang alumnus Jurusan Islamic History & Culture di Boston University dan Jurusan Islamic studies di Harvard University, Amerika Serikat. Kali ini bagian awalnya:
Para santri dan sarjana yang mempelajari dan mengkaji mazhab Syafi'i (mazhab fikih yang dominan di kawasan Asia Tenggara, terutama di Indonesia) pasti mengenal kitab yang satu ini: Al-Muhazzab, karya seorang ulama penting bernama: Syekh Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476 AH/1083 AD).
Imam Syirazi hidup satu generasi sebelum Imam Ghazali. Dua ulama ini --yaitu al-Syirazi dan al-Ghazali-- menulis dua kitab yang dianggap sebagai rujukan utama dalam lingkungan mazhab Syafi'i. Jika al-Syirazi menulis "al-Muhazzab" (yang akan menjadi bahasan dalam tulisan saya ini), al-Ghazali menulis trilogi kitab fiqh yang terkenal -- al-Basith, al-Wasith, dan al-Wajiz. Di antara tiga seri kitab ini, kitab "al-Wasith"-lah yang paling terkenal.
Hingga sekarang, kitab Muhazzab masih diajarkan di seluruh pesantren NU di Jawa, dan dibaca oleh para kiai sebagai "balah pasanan", yaitu kitab yang dibaca secara cepat selama bulan puasa.
Saking populernya kitab Muhazzab ini, nama pengarangnya banyak dipakai sebagai nama anak-anak keluarga santri. Kita berjumpa dengan ratusan, mungkin ribuan orang-orang Muslim di Indonesia yang menyandang nama "Syirazi".
Kata al-Syirazi berasal dari kata "syiraz", nama sebuah kota di Iran. Disebut sebagai "al-Syirazi", karena sosok kita ini pernah tinggal dan belajar di sana selama beberapa waktu, sehingga dikenal dengan sebutan "al-Syirazi" (secara harafiah maknanya: berasal dari kota Syiraz). Nama aslinya sendiri adalah Ibrahim bin Ali. Tetapi khalayak umum lebih mengenalnya sebagai Imam al-Syirazi. Nama aslinya malahan jarang diketahui oleh umum.
Kenapa kitab Muhazzab begitu terkenal? Alasannya, antara lain, karena dalam kitab ini termuat ringkasan ("muhazzab" secara harafiah berarti: ringkasan) dari apa yang oleh Imam al-Syirazi, dalam muqaddimah kitab ini, disebut sebagai "pendapat-pendapat Imam Syafi'i" (نصوص الشافعى).
Dalam kitab ini, Imam al-Syirazi meringkaskan seluruh pendapat Imam Syafi'i yang termuat dalam kitab-kitabnya yang utama -- yaitu: al-Umm, al-Imla' dan al-Mukhtasar. Membaca kitab Muhazzab sudah mencukupi untuk membatu kita mempelajari pokok-pokok pendapat Imam Syafi'i dalam segala soal yang menjadi pembahasan dalam ilmu fikih (tentu saja yang dimaksud di sini adalah "pendapat baru" yang dikenal dengan "qaul jadid", yaitu pendapat Imam Syafi'i saat tinggal di Mesir, dan menjadi pegangan dalam mazhab).
Kitab Muhazzab adalah semacam ringkasan dan sekaligus ensiklopedi yang memuat semua pendapat Imam al-Syafi'i. Mempelajari kitab ini sudah cukup untuk memberikan kepada seorang ulama atau sarjana "a solid footing", landasan yang kokoh dalam memahami kompleksitas mazhab Syafi'i.
Imam al-Syirazi membutuhkan tak kurang dari empat belas tahun untuk menulis kitab ini. Lamanya waktu untuk menyelesaikan kitab ini jelas menunjukkan betapa seriusnya ulama kita di zaman dahulu dalam menjalani karir keulamaan dan kesarjanaan. Konon, seperti dikisahkan dalam kitab "Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra" karya Tajuddin al-Subki (w. 771 AH/1370 AD), setiap menyesaikan satu fasal dalam kitab ini, Imam Syirazi melakukan salat sunnah dua rakaat.
Perihal salat sunnah dua rakaat sebagai ritual dalam penulisan kitab ini, kita membaca banyak kisah yang serupa dengan kisah Imam al-Syirazi ini. Imam Bukhari (256 AH/870 AD), penulis kitab kumpulan hadis yang masyhur "Shahih al-Bukhari" itu, misalnya, dikisahkan melakukan hal serupa: beliau selalu melakukan salat sunnah dua rakaat sebelum menuliskan satu hadis (ingat: satu hadis!). Jika kitab Shahih al-Bukhari memuat sekitar enam ribuan hadis, paling tidak Imam Bukhari melaksanakan salat sunnah sebanyak dua belas ribu rakaat selama menyelesaikan karya agungnya ini. (bersambung)
*) Sumber: akun facebook Gus Ulil.
Advertisement