KBRI Seoul Imbau WNI Waspada dan Pantau Perkembangan Terkait Darurat Militer Korsel
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul mengimbau Warga Negara Indonesia (WNI) untuk selalu memantau perkembangan situasi terkait keadaan darurat militer yang sebelumnya ditetapkan oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol.
Imbauan tersebut dikeluarkan KBRI Seoul melalui surat imbauan yang diunggah melalui laman Instagram resminya pada Selasa malam setelah ditetapkannya “Negara Dalam Keadaan Darurat Militer” oleh Presiden Yoon Suk-Yeol mulai 3 Desember 2024 pukul 23.00 KST.
"Dimohon untuk tetap tenang, senantiasa waspada, serta selalu memantau perkembangan situasi keamanan di wilayah masing-masing," kata KBRI Seoul.
Surat yang ditujukan kepada seluruh WNI yang berdomisili di Republik Korea khususnya ibu kota Seoul dan sekitarnya tersebut turut meminta agar WNI tidak berkerumun di berbagai lokasi publik, menghindari kerumunan massa serta daerah-daerah yang menjadi konsentrasi pengumpulan massa dan/atau unjuk rasa.
"Khusus untuk kota Seoul, dimohon sebisa mungkin untuk sementara menghindari kawasan National Assembly di Yeouido, kantor Kepresidenan di Yongsan, serta lokasi strategis lainnya," tambahnya.
WNI juga diminta untuk tidak mendekati/menonton/berpartisipasi dalam kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh pihak manapun, meskipun dilakukan secara damai atau tidak ada indikasi akan terjadi bentrokan.
Kemudian, mematuhi hukum yang berlaku dan instruksi/himbauan aparat keamanan setempat, senantiasa membawa identitas/tanda pengenal, serta memperhatikan dan mematuhi Dekrit Darurat Militer yang diumumkan dan konsekuensi hukum jika melanggar Dekrit dimaksud.
Apabila menemui permasalahan, WNI dapat menghubungi KBRI Seoul melalui Hotline PWNI dengan nomor (+82-10-5394-2546), telepon: (02 2224 9000), maupun email seoul.kbri@kemlu.go.id
Adapun pada Selasa malam. Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dan menuduh oposisi melakukan kegiatan anti-negara yang mengarah ke pemberontakan.
"Darurat militer ditujukan untuk memberantas pasukan pro Korea Utara dan untuk melindungi tatanan kebebasan konstitusional," kata Yoon dalam pidato yang disiarkan di televisi, Selasa, 3 Desember 2024.
Selang sekitar 2 jam setelah itu, anggota parlemen berkumpul di gedung Majelis Nasional dan sebanyak 190 anggota yang hadir dari total 300 anggota parlemen sepakat agar status darurat militer dibatalkan. Yoon Suk Yeol kemudian mengumumkan pencabutan status darurat militer pada Rabu pagi waktu setempat.
Dampak Internasional
Langkah Presiden Yoon menimbulkan kekhawatiran internasional. Mason Richey, profesor di Universitas Studi Luar Negeri Hankuk di Seoul, mengatakan deklarasi darurat militer membuat Korea Selatan tampak tidak stabil.
"Ini akan berdampak negatif pada pasar keuangan dan posisi diplomatik Korea Selatan di dunia," ujarnya.
Seorang diplomat Barat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan langkah ini akan mempersulit pembicaraan tentang keterlibatan Korea Selatan dalam upaya diplomatik multinasional.
Krisis ini menempatkan Yoon dalam posisi politik yang genting, dengan beberapa pengamat menyebutkan kemungkinan pemakzulan. Partainya sendiri, PPP, telah mendesak agar Yoon mencabut darurat militer.
Han Dong-hoon, mantan orang kepercayaan Yoon yang kini memimpin PPP, juga mengkritik langkah tersebut.
Meski Yoon berhasil menarik kembali deklarasi itu, dampaknya terhadap stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya masih belum bisa diprediksi.
Dengan situasi yang terus memanas, masa depan Presiden Yoon dan stabilitas Korea Selatan berada di ujung tanduk.