Kaukus untuk Kebebasan Akademik Dorong Desakralisasi Profesor
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herlambang P Wiratraman mendorong gerakan desakralisasi profesor. Gerakan dimulai Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid yang meminta seluruh pejabat struktural tidak menuliskan gelar pada namanya dalam korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, dan transkrip nilai.
“Struktur birokrasi feodal, selama sepekan gerakan tidak menyebut profesor untuk melawan feodalisme di kampus. Di UGM biasa memanggol dosen mas atau mbak,” kata Herlambang yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam bedah buku “Kampus Hari ini” dalam Festival Literasi di Toko Buku Togamas, Jumat 19 Juli 2024.
Tidak mungkin produksi pengetahuan, katanya, jika tidak egaliter. Gerakan ini bertujuan untuk menjaga rumah keilmuan. Saat mengenyam pendidikan doktoral di Leiden University Belanda, terjadi debat terbuka antara mahasiswa dengan dosen. Perdebatan untuk proses pengetahuan, katanya, hal biasa.
Apalagi, kini ada kecenderungan obral doktor dan profesor honoris causa kepada pejabat pemerintahan. Sejumlah media, katanya, menyoroti profesor abal-abal atau profesor discontineu. Dosen mengeksploitasi mahasiswa menulis di jurnal predatoris. Tujuannya, untuk menaikkan kredit untuk mengjukan guru besar.
“Tidak layak, karya culas. Awal mula petaka, bagaimana mengajarkan integritas jika karya tulisnya culas?,” kata Herlambang.
Suasana akademik harus ada di kampus. Sementara di Indonesia, dosen yang melawan rektor bisa dipecat. Ada relasi ekonomi, politik, dalam kekuasaan kampus. Sehingga tidak heran ada pertarungan untuk berebut pejabat di kampus. Apalagi, Menteri Pendidikan memiliki 35 persen saham menteri saat pemilihan rektor atas nama pemerintah.
Pemerintah memiliki saham 35 persen dari perguruan tinggi, sehingga memiliki hak dalam pemilihan rektor. Jika berdasar logika anggaran, katanya, proporsi anggaran dari pemerintah dengan uang kuliah tunggal (UKT), dana dari orang tua lebih besar. Sehingga, seharusnya rektor dipilih mahasiswa.
“Kenapa ada intervensi? Di luar, dana pendidikan merupakan dana rakyat yang djalankan secara konstitusi untuk fasilitasi pendidikan. Sehingga tidak ada menteri yang mencampuri perguruan tinggi,” katanya. Dampaknya, kampus melunak kepada pemerintah. Kondisi ini tidak sehat dan mempengaruhi mutu akademik dan intelektual di dalam kampus.
Sementara Ketua Serikat Pekerja Kampus (SPK) Dhia Al-Uyun menjelaskan kuliah mahal, tidak menjamin kesejahteraan dosen dan pekerja. Lantaran banyak dosen dan bekerja berstatus alih daya. Mereka dikontrak setahun sehingga tidak mungkin mengembangkan kapasitas.
“Dosen struktural juga bertindak seperti marketing. Selain, mengajar dan meneliti juga promosi kampus,” katanya. Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menuturkan SPK berdiri 17 Agustus 2023, awalnya 50 anggota sekarang berkembang menjadi 500. Beranggotakan dosen dari 29 Provinsi.
Penulis Buku Kampus Hari Ini: Mahal, Menindas & Kehilangan Integritas Eko Prasetyo menjelaskan jika kampus harus menjadi rumah gerakan mahasiswa. Lingkungan di dalam kampus, katanya, akan menentukan identitas mahasiswa. “Iklim di dalam kampus harus menjadi bangunan,” ujarnya.
Eko Praseyo yang juga pendiri Social Movement Institute mengingatkan sejumlah pendiri bangsa yang besar di rumah Haji Oemar Said (HOS) Tjokro Aminoto di peneleh, Surabaya. Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso, dan Kartosoewirjo sering berdialektika meski berbeda ideologi.
Roadshow Festival Literasi berlangsung di Toko Buku Togamas Dieng Malang 18-21 Juli 2024. Acara diinisiasi Intrans Publishing, Komunitas Bambu (Kobam), Sosial Movement Institute (SMI), dan Dompet Dhuafa.