Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia, Desak Jokowi Minta Maaf
"...Kampus, sebagai praesidium libertatis, atau benteng kebebasan. Tanpa kebebasan, sesungguhnya kampus telah mati!"
Sebagai respon atas perintah Presiden Joko Widodo kepada Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir, yang meminta meminta untuk meredam demo mahasiswa terkait penolakan terhadap sejumlah undang-undang kontroversial, dosen dan mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Indonesia yang tergabung dalam Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap.
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan, yakni Pertama, Jokowi meminta Menristek mengimbau mahasiswa untuk tidak turun ke jalan dan kedua, Menristek memastikan akan ada sanksi bagi rektor yang tak bisa meredam gerakan mahasiswanya.
“Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia, Kalau dia mengerahkan (mahasiswa), sanksinya keras. Sanksi keras ada dua bisa SP1, SP2,” kata Nasir seperti dikutip media.
Berdasarkan realitas dan pernyataan tersebut, kami dari Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia, perlu menegaskan berikut,
1. Mahasiswa dan juga akademisi di kampus memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat, berkumpul dan aksi sebagai bagian dari upaya mengembangkan tradisi berfikir kritis di kampus.
2. Tradisi berpikir kritis merupakan upaya pengembangan pengetahuan ilmu dan teknologi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 8 dan 9, bahwa Kebebasan akademik merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.
3. Ancaman sanksi yang dinyatakan Menristekdikti terhadap Rektor, bertentangan dengan Prinsip-prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017), khususnya Prinsip ke-1, kebebasan akademik adalah kebebasan yang bersifat fundamental dalam rangka mengembangkan otonomi institusi akademik, dan Prinsip ke-5, otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
4. Langkah pemerintah Jokowi yang ingin meredam aksi mahasiswa atau kampus, merupakan bentuk tekanan politik birokrasi yang mirip dengan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang dilakukan rezim otoritarian Orde Baru Suharto.
5. Kembalinya cara-cara Orba jelas menandakan demokrasi kampus dan kebebasan akademiknya hendak dibungkam. Pembungkaman kritik dan pendisiplinan birokrasi kampus yang sekadar melayani kekuasaan, penanda awal jalan otoritarianisme negara.
Atas dasar tersebut, KKAI yang terdiri dari komunitas akademisi, mahasiswa, peneliti, dan juga pemerhati kebebasan akademik, dari berbagai kampus di tanah air,
1. Mendesak kepada Presiden Jokowi dan Menristekdikti untuk meminta maaf atas pernyataan yang sama sekali tidak menghargai kebebasan akademik dan kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
2. Mendorong inisiatif semua pihak, tidak hanya bagi pemerintahan Jokowi, melainkan pula seluruh jajaran Rektor di perguruan tinggi, mendukung prinsip kebebasan akademik dan kehidupan demokrasi di kampus.
Advertisement