Bullying Kasus Prostitusi Vanessa Angel, Begini Kata Sosiolog
Kasus prostitusi online yang melibatkan Vanessa Angel dan Avrillia Shaqila saat ini menjadi sorotan banyak pihak masyarakat. Secara umum, masyarakat cenderung membully dan menyalahkan Vanessa Angel.
Hal ini terlihat dari akun instagram Vanessa yang belakangan banjir komentar pedas dari netizen. Salah satunya @aditya.ngrho yang berujar "hargamu cuma 80 juta, padahal harga diri itu tak ternilai" dan akun dengan nama @wilibertus "munafik katanya dijebak tapi udah 15 kali dipesan".
Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada masyarakat kita dan benarkah hal ini?
Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr. Bagong Suyanto Drs Msi berpendapat, respon masyarakat terhadap prostitusi online terjadi karena cara pandang masyarakat kita yang bias ideologi patriaki. Sehingga, menempatkan perempuan sebagai terdakwa dan disalah-salahkan.
"Sampai sekarang Vanessa belum menjadi tersangka. Tapi kehidupannya, kehidupan keluarganya, sudah diekspos di mana-mana. Masyarakat sudah memberikan hukuman lain dalam bentuk bullying," ujar Dosen Sosiologi Unair Prof Dr. Bagong Suyanto.
Padahal, kata Bagong Suyanto, orang-orang tidak mau mengenali apa yang sebenarnya. Atau latar belakang dari perbuatannya. Inilah yang menjadi tidak adil bagi sang artis.
"Mungkin, hal itu memang bisa karena gaya hidup yang mahal. Tapi di luar itu, saya melihat mungkin saja dia korban narkoba dan terperangkap akhirnya jual diri. Atau dia korban kekerasan dan ancaman. Kita tidak pernah tahu," jelas lelaki berkumis ini.
Lebih jauh Bagong Suyanto menjelaskan, perempuan yang memilih profesi seperti ini (prostitusi) memiliki banyak faktor pendorong di luar dirinya. Seperti faktor ekonomi, faktor sosial, korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan banyak lainnya.
"Tapi saya yakin, tidak ada perempuan yang berkeinginan memiliki profesi ini (PSK). Mereka pasti punya faktor pendorong tertentu dalam melakukannya," katanya.
Bulliying yang terjadi sekarang, tutur Bagong Suyanto, menciptakan dinding penolakan. Ia pun menegaskan, dalam hal ini masyarakat ikut bersalah karena tidak memberi ruang untuk keluar dari dunia prostitusi.
"Kita penciptakan tembok-tembok penolakan. Masyarakat hanya menghukum. Yang seharusnya kita lakukan adalah memberi kesempatan dan memahaminya," tandasnya.
Coba bayangkan, lanjut Bagong Suyanto, bila kita berada pada posisi itu. Bagaimana perasaan orang tuanya? Pasti terpukul luar biasa. Seharusnya, di media sosial kita memberinya dukungan. Bukan malah mengecam atau memaki seperti sekarang.
Bagong Suyanto beranggapan, setiap orang memiliki titik balik dalam hidupnya.
"Pasti sadar bila didiberi kesempatan. Bila tidak, ya bagaimana bisa," tutupnya. (pts)