Kata Profesor UIN soal Fatwa â€Khianati Allah Jika Tak Pilih Khofifahâ€
Guru Besar Sejarah Pemikiran Politik Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Prof Abd A'la, mengaku prihatin dengan keluarnya dalil agama untuk kepentingan politik kelompok tertentu di Pilkada Jatim.
"Saya sudah mendengar, dan sangat menyedihkan jika ada dalil agama dijadikan alat politik. Sekelompok orang menghalalkan segala cara untuk kepentingan politik tertentu," katanya kepada wartawan, Kamis, 7 Juni 2018.
Menurut guru besar yang baru saja menghabiskan masa jabatannya sebagai rektor UIN Sunan Ampel Surabaya ini, agama seharusnya menjadi dasar umatnya untuk bersiyasah atau berpolitik, bukan sekadar dijadikan alat.
"Agama yang mengajarkan kemanusiaan dan kebaikan harus menjadi dasar dan tujuan berpolitik umat, bukan dijadikan alat," terangnya.
Jika cara berpolitik itu tidak selaras dengan tujuan agama, dia memastikan tujuan berpolitik kelompok tersebut tidak akan membawa kemaslahatan bagi umat manusia.
Seperti diberitakan, di media sosial telah viral adanya sejumlah ulama yang mengeluarkan fatwa untuk mendukung Calon Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Calon Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak. Fatwa itu menyebut, mencoblos Khofifah-Emil hukumnya Fardhu Ain alias wajib bagi setiap umat Islam seperti kewajiban salat, zakat, dan puasa.
Para pendukung Khofifah juga menyebut, umat Islam yang tidak mendukung Khofifah sama dengan mengkhianati Allah dan Rasulullah. Fatwa itu dihasilkan dalam pertemuan sejumlah ulama dan pendukung Khofifah di di Ponpes Amanatul Ummah, Mojokerto, 3 Juni 2018, yang menghasilkan surat fatwa bernomor 1/SF-FA/6/2018. Khofifah hadir dalam pertemuan itu.
Poin dalam surat fatwa itu menyinggung soal “pengkhianatan terhadap Allah, Rasul-Nya, dan seluruh orang Islam”. Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, KH Asep Saifuddin Chalim selaku tuan rumah dan inisiator mengatakan, orang yang memilih Gus Ipul-Puti, padahal ada yang lebih baik menurut Asep, yaitu Khofifah, maka orang itu sama saja telah mengkhianati Allah dan Rasulullah.
Rekaman suara fatwa itu tersebar viral melalui grup percakapan WhatsApp dan media sosial. Fatwa itu pun kini menjadi kontroversi.