Kasus Yosua Disidik, Jenazah Keburu Rusak
Oleh: Djono W. Oesman
Akhirnya, Polri mengizinkan otopsi ulang jenazah Brigadir Yosua. Bahkan, Polri berpendapat, semakin cepat semakin baik. Mayatnya kian rusak. Juga, supaya kasus ini tidak terlalu lama 'melebar'.
------------
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo di keterangan pers Jumat 22 Juli 2022 mengatakan:
"Apabila dari pihak pengacara (keluarga Yosua) akan menghadirkan orang-orang yang expert, yang mungkin ditunjuk dari beberapa rumah sakit, itu dipersilakan dan itu semakin bagus."
Dilanjut: "Artinya, bahwa proses ekshumasi yang akan dilakukan akan diawasi berbagai pihak yang expert dan hasilnya tentunya akan semakin lebih baik."
Tentang rumah sakit pelaksana otopsi, belum ditentukan pihak keluarga korban. Sebaliknya, Polri menyilakan pihak keluarga korban menentukan sendiri.
Kuasa hukum keluarga Yosua mengatakan, proses autopsi ulang jenazah Yosua segera dilakukan oleh tim independen melibatkan dokter forensik dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) hingga Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSAL).
Kepala RSPAD Gatot Subroto, Letjen Albertus Budi dikonfirmasi wartawan, Jumat, 22 Juli 2022, mengatakan: "Prinsip kami, siap membantu bila ada permintaan."
Sebaliknya, Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi, mengatakan: "Rumah sakit permintaan dari pengacara (keluarga korban) 'kan ada beberapa rumah sakit, salah satunya RSCM." Maksudnya, RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Dilanjut: "Boleh. Pihak pengacara menyampaikan juga seperti itu, dari berbagai rumah sakit, dokter-dokter yang memang expert di bidang forensik nanti akan dihadirkan. Kita terbuka."
Maka, rencana otopsi, yang sudah dikehendaki keluarga Yosua sejak awal, bakal segera terwujud. Waktu dan tempat belum ditentukan.
Dalam kondisi normal, mayoritas warga Indonesia menghindari otopsi. Apalagi otopsi ulang. Ngeri... Kali ini kondisi luar biasa. Tak kurang, Presiden RI Joko Widodo sampai tiga kali mengomentari kasus ini. Rinciannya:
Selasa, 12 Juli 2022. Saat Presiden Jokowi mengunjungi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Subang, Jawa Barat. Soal polisi tembak polisi, Jokowi mengatakan: “Proses hukum harus dilakukan."
Rabu, 13 Juli 2022. Presiden Jokowi bertemu dengan pimpinan redaksi media massa nasional, mengatakan: “Tuntaskan. Jangan ditutupi, terbuka. Jangan sampai ada keraguan dari masyarakat."
Kamis, 21 Juli 2022. Saat kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur, Presiden Jokowi mengatakan: “Saya saya sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan, sudah."
Akhirnya, perkembangan penyidikan sangat cepat. CCTV di TKP tembak-menembak ditemukan. Otopsi ulang diizinkan Polri.
Apa sih, otopsi? 'Kan jenazah Yosua sudah diotopsi di RS Polri Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur? Tapi, kasus ini kemudian jadi rumit.
Kelly Rothenberg dalam bukunya "The Autopsy Through History" (Salem Press, 2008) menyebutkan, otopsi berasal dari Bahasa Yunani Kuno: Autopsia. Artinya: Untuk melihat sendiri.
Tapi, yang dimaksud masyarakat sebagai otopsi, sebenarnya adalah: Post-mortem. Dari Bahasa Latin. Post artinya setelah. Mortem, kematian. Digabung jadi: Pemeriksaan setelah kematian (manusia). Berarti mayatnya.
Tujuan otopsi untuk menentukan penyebab kematian. Cara orang itu menuju mati. kematian, Keadaan kesehatan orang itu sebelum mati. Dan, apakah diagnosa medis atau pengobatan sebelum kematian, sudah tepat?
Otopsi sering dilakukan dalam kasus kematian mendadak. Ketika dokter tidak dapat menulis penyebab kematian di sertifikat kematian. Atau ketika kematian diyakini disebabkan oleh sebab yang tidak wajar .
Pemeriksaan ini dilakukan di bawah otoritas hukum ( pemeriksaan medis , koroner) dan tidak memerlukan persetujuan keluarga almarhum.
Otopsi paling banyak dilakukan pada kasus pembunuhan. Pemeriksa medis mencari tanda-tanda kematian atau metode pembunuhan. Misal, luka tembak. Apakah peluru bersarang di tubuh, atau tembus keluar lagi.
Penjelasan terakhir inilah yang cicok untuk rencana otopsi Yosua.
Di buku itu dipaparkan proses otopsi. Dilakukan oleh dokter ahli forensik. Dibantu paramedik. Idealnya dilakukan di rumah sakit. Prosesnya....
Kuburan dibongkar. Jenazah dimasukkan ke kantong mayat. Dengan hati-hati agar tidak rusak. Dibawa ke RS. Jenazah dibaringkan di meja yang biasa digunakan untuk bedah mayat.
Ada dua jenis pemeriksaan: Pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan luar. Setelah jenazah dibaringkan, ditelanjangi (jika berpakaian) atau dilepas kain kafan (jika dikafani). Lantas difoto. Boleh juga direkam video.
Selanjutnya, setiap bukti seperti residu, serpihan cat, atau bahan lain dikumpulkan dari permukaan luar tubuh. Juga diteliti, bekas luka sayat atau luka tembak, luka memar, dan jahitan (jika jenazah pernah diotopsi sebelumnya).
Alat perekam suara, jadi standar dokter forensik pemeriksa, sambil bicara di alat perekam itu. Juga, isian formulir pemeriksaan standar.
Seandainya ada tembakan dan pelurunya bersarang, pasti akan dilakukan pemeriksaan dalam. Atau pembedahan.
Pemeriksaan dalam. Jenazah diberi bantalan head block (terbuat dari karet). Tapi, penempatannya bukan di kepala seperti orang hidup sedang tidur. Tidak. Melainkan di bawah bahu.
Sehingga bagian dada menonjol, jika mayat masih baru meninggal, atau belum kaku. Gunanya untuk memudahkan pembedahan di dada.
Untuk jenazah yang sudah kaku, tidak diperlukan head block. Melainkan, bisa langsung bedah.
Proses bedah tak perlu diurai. Karena tidak etis. Terutama bagi keluarga korban. Intinya, semua organ dalam diperiksa. Dianalisis. Setelah selesai, dikembalikan ke tempat semula.
Kemudian luka dijahit. Sampai bodi tampak utuh kembali. Kemudian dimakamkan lagi.
Di kasus Yosua, tim Polri bentukan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, juga peneliti dari eksternal yakni Kompolnas dan Komnas HAM, selama sepekan ini sudah bekerja. Mencari kebenaran fakta.
Masing-masing tim sudah mengumpulkan fakta dari perspektif berbeda. Dari bentuk penelitian berbeda. Yang semuanya mengerucut pada satu titik: Bagaimana proses kematian Yosua yang sebenarnya?
Seluruh anggota tim, baik internal maupun eksternal Polri bekerja serius dan jujur. Hasil kerja mereka akan disatukan untuk kemudian dirumuskan.
Terutama, bakal disatukan pula dengan hasil otopsi ulang. Semuanya harus matching dalam kesatuan simpulan. Sinkron, terbentuk kausalitas antar semua hasil penyidikan. Bakal menghasilkan kronologi kematian yang sesungguhnya. (*)
Penulis adalah Wartawan Senior