Kasus Salah Transfer BCA, YPLK Jatim Salahkan Bank
Pada kasus salah transfer BCA, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, menganggap hal tersebut merupakan kesalahan pihak bank. Sehingga kasus ini sampai merugikan nasabahnya.
Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo mengatakan kesalahan pertama yang dilakukan pihak bank adalah kurang cepatnya menanggapi permasalahan salah transfer. Sebab, teller Nur Chusaimah terlambat memberi kabar.
“Seharusnya ada pemberitahuan tertulis, yang isinya 'jangan pakai dulu uangnya'. Suratnya harus dikirimkan saat itu juga, tertulisnya 'itu bukan uang Anda',” kata Said, kepada Ngopibareng.id, Senin, 15 Maret 2021.
Oleh karena itu, kata Said, meski Ardi Pratama Putra sebagai terdakwa kasus salah transfer BCA telah menghabiskan uang tersebut, dirinya tidak bisa langsung ditetapkan sebagai pihak yang bersalah.
“Lah sudah habis, mau gimana? Lah itu beberapa hari (salah transfer) baru ada pemberitahuan, sudah terlambat. Seharusnya yang ganti uangnya tellernya. Seharusnya uang juga tidak dibebankan ke dia (Ardi),” jelasnya.
Namun, lanjut Said, jika uang salah trasfer tersebut masih ada yang tersisa di tabungan Ardi, hal tersebut harus dikembalikan. Dan pihak bank, mesti menerima sisanya tanpa meminta uang yang sudah digunakan.
“Kalau sisa uang itu masih ada, 1.000 perak pun harus dikembalikan. Kalau habis semua, yang pihak dituntut itu harus membuktikan bahwa uang itu sudah habis semua. Sepertinya tidak ada unsur kesengajaan,” ucapnya.
Selain itu, Said juga turut mempertanyakan sistem teknologi yang digunakan oleh pihak bank. Pasalnya, menurut dia, jika nama dan nomor rekeningnya berbeda seharusnya bisa langsung dibaca.
“Artinya begini, kalau nomornya beda, seharusnya nggak bisa dikirimkan. Apalagi namanya juga beda. Aneh itu, nama dan nomor rekening gak sama kok bisa terkirim? Apalagi tiga angka di belakangnya beda,” kata dia.
Maka dari itu, Said pun mengingatkan kepada BCA, untuk segera membenahi sistem teknologi yang mereka miliki. Sebab, hal tersebut bisa mengurangi kepercayaan masyarakat.
“Teknologinya yang gak smart, gak cerdas. Kalau smart teknologi itu, salah satu digit saja sudah gak jalan. bisa-bisa masyarakat gak percaya sama teknologi bank yang bersangkutan,” tutupnya.
Advertisement