Kasus Rebecca, Remaja Putri Harus Tolak Kekerasan Dalam Pacaran
Publik kembali dihebohkan dengan kasus video syur mirip selebritas. Kali ini melibatkan sosok Rebecca Klopper (RK). Rebecca sendiri telah melaporkan akun media sosial yang menyebarkan video tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. .
RK melaporkan akun Twitter dengan nama @dedekkugem. Akun tersebut dilaporkan atas dugaan pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dokumen elektronik yang memuat kesusilaan.
“Kasus RK seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak, terutama para remaja putri untuk memahami kekerasan yang kerap terjadi dalam pacaran, namun tidak disadari karena pelaku selalu mengatasnamakan cinta dan menyalahkan korban sebagai alibi mengapa dia melakukan tindak kekerasan terhadap korban,” ujar Pemerhati Anak dan Pendidikan, Retno Listyarti di Jakarta, Sabtu 27 Mei 2023.
Mantan komisioner KPAI ini memandang kasus seperti yang dialami RK selalu memunculkan hujatan dengan mempersalahkan korban perempuan, dianggap bukan perempuan baik-baik, tidak bisa menjaga diri, suka sama suka dan seterusnya. Sampai substansi tindak pidana bahwa si penyebar konten pornografi yang diduga mantan pacar RK dan sudah kerap mengancam RK terlupakan oleh publik. Sehingga RK yang sudah jadi korban masih dikorbankan juga.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) mengungkapkan pengalaman hidup perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan seksual yang belum menikah sebesar 43 persen.
Bentuk kekerasan yang dialami berupa kekerasan seksual yang hampir mencapai 35 persen. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan kekerasan fisik yang kurang dari 20 persen. Data ini menunjukkan bahwa banyak korban kekerasan di antaranya perempuan yang belum menikah. Pelaku kekerasan tersebut bisa orang terdekat seperti pacar, rekan kerja, teman, tetangga atau orang asing yang tidak dikenal.
Stop Kekerasan Dalam Pacaran
Kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini sering terjadi, namun kurang mendapat sorotan sehingga korban maupun pelakuya tidak menyadarinya.
Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apa pun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
“Pemahaman yang terbatas mengenai diri dan relasi mengakibatkan banyak perempuan menganggap pembatasan aktivitas merupakan hal yang wajar, bahkan bentuk kepedulian dan perasaan sayang dari pasangan”, ungkap Retno.
Jenis Kekerasan Dalam Pacaran
Retno menyebutkan, ada beberapa jenis kekerasan dalam pacaran. Pertama, kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain.
Kedua, kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekkan dan lainnya.
Ketiga, kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
Keempat, kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual di bawah ancaman.
Kelima, kekerasan digital, seperti:
(1) Panggilan telepon atau whatsApp yang tidak diinginkan.
(2) Pelecehan dalam media sosial.
(3) Tekanan untuk mengirim foto telanjang atau pribadi (disebut “sexting”).
(4) Menggunakan teks atau media sosial untuk ngecek, menghina, atau mengendalikan pasangannya boleh bertemu atau berteman dengan siapa saja.
(5) Menuntut password pasangan di media sosial atau email.
(6) Menuntut jawaban segera atas WA, email, dan telepon darinya.
“Para remaja perlu diedukasi bahwa, dalam suatu relasi yang sehat kedua pasangan menghormati batas-batas. Kalau seorang perempuan merasa tidak nyaman, tidak perlu mengirimkan foto. Sekali kirim foto yang terbuka, seorang perempuan tidak bisa mengendalikan siapa yang akan melihat. Pasangannya bisa kirim foto itu pada siapa pun,” tegas Retno.
Tanda Kekerasan Dalam Pacaran yang Perlu Diketahui Remaja
• Memaksa melakukan hubungan seks
• Menyatakan bahwa perempuan harus mau berhubungan seks karena sudah diajak nonton/makan/jalan-jalan.
• Bersikap cemburu berlebihan termasuk terus menuduh berselingkuh.
• Bersikap sangat mengendalikan, misalnya menentukan baju apa yg harus dipakai, melarang bertemu dengan teman-teman atau keluarga, atau menuntut mengecek HP, email dan media sosial pasangan perempuan.
• Terus menerus mengecek pasangan perempuan dan marah bila tidak dicek.
• Merendahkan pasangan perempuan, termasuk penampilan (baju, makeup, rambut, berat badan) kecerdasan, kegiatan.
• Mencoba memisahkan pasangan perempuan dari orang lain termasuk dengan menghina mereka.
• Menyalahkan pasangan perempuan tentang perilaku kekerasannya dan membuat daftar bagaimana pasangan membuatnya melakukan kekerasan.
• Meminta maaf dan janji untuk berubah berkali kali.
• Menolak bertanggung jawab tentang tindakannya.
• Memiliki sifat cepat marah, sehingga pasangan perempuan tidak tahu perilaku atau kata kata yang menjadi masalah.
• Melakukan kekerasan fisik seperti memukul, mendorong, menampar.
“Biasanya kalau sudah sering melakukan beragam kekerasan tersebut, maka pelaku kekerasan dalam pacaran kerap menolak atau membuat pasangan perempuan merasa bersalah kalau meninggalkannya. Kalau korban nekat hendak meninggalkannya, maka pelaku akan mengancam untuk menelepon yang berwajib (polisi, petugas deportasi, pelayanan sosial anak) sebagai cara untuk mengontrol perilaku pasangan,” pungkas Retno.
Rekomendasi
1. Perlu mendorong pemberdayaan remaja melalui keluarga, teman, dan lain-lain (termasuk teladan seperti guru, pelatih, mentor, dan pimpinan kelompok) untuk mengajak hidup sehat dan menerapkan relasi sehat.
2. Penting untuk memberikan ruang, seperti di komunitas sekolah ataupun tempat ibadah dengan tidak ada toleransi terhadap kekerasan dalam pacaran sebagai norma perilaku.
3. Perlu ada pesan yang jelas bahwa memperlakukan orang dengan kekerasan tidak bisa diterima, dan aturan ini perlu ditegakkan untuk menjaga keamanan para siswa.
4. Kiat untuk para remaja perempuan yang belum menikah dan sedang mempersiapkan diri untuk menjalin hubungan dengan calon pasangan:
(a) Mengenal calon pasangan dengan menyeluruh sebelum memulai relasi khusus.
(b) Jangan terlalu cepat mengambil keputusan dan lebih bijak dalam memilih pasangan,
(c) Berani mengambil sikap dengan mengatakan ‘tidak’ dan menghentikan hubungan ketika menerima tindak kekerasan.
(d) Membangun komitmen sebelum memulai sebuah hubungan.
(e) Memperkenalkan pasangan kepada keluarga untuk menimbulkan rasa sungkan dari pasangan terhadap keluarga.
(f) Pentingnya keterlibatan peran orang tua, serta orang terdekat dalam mengawasi dan menjaga anak, keluarga, teman maupun orang yang kita kenal dari bahaya kekerasan dalam pacaran.
Advertisement