Kasus Perundungan Siswa SMP, DPRD Surabaya Desak Kasus Diselesaikan Secara Bijaksana
Seorang pelajar di SMP Negeri di Surabaya berinisial CW telah melaporkan kejadian perundungan yang diterimanya di sekolah kepada polisi. Kasus perundungan tersebut pun menyita perhatian publik setelah diviralkan oleh seorang influencer asal Surabaya, Andy Sugar.
Postingan video wawancara yang diunggah Andy Sugar dengan CW ini mendapat sejumlah tanggapan dari warganet. CW yang masih berusia 14 tahun tersebut juga mengaku sudah melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Imam Syafii mengatakan, pihaknya mengaku prihatin mendengar kasus tersebut. Dirinya menjelaskan, langkah-langkah yang bijaksana harus diambil jajaran samping untuk menegakkan keadilan bagi korban dan pelaku yang adalah anak di bawah umur.
Imam menyebut, kasus perundungan tersebut mencerminkan kelemahan sistem pengawasan di sekolah dan belum masifnya langkah preventif, seperti edukasi terkait anti-perundungan yang dilakukan di sekolah-sekolah.
“Peristiwa ini sangat memprihatinkan. Kita tidak bisa menoleransi kekerasan, apalagi di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak. Pemerintah Kota Surabaya, bersama sekolah dan aparat penegak hukum, harus bersikap bijak dalam menangani kasus ini,” ucapnya, Kamis 12 Desember 2024.
Imam juga menyebut, dirinya sudah menerima laporan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya sudah melakukan advokasi atas kejadian tersebut. Termasuk melakukan pendampingan kepada terduga korban dan pelaku di sekolah maupun di Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
"Ini yang harus dicermati oleh semua pihak ketika menangani kasus-kasus kekerasan yang korbannya anak dan pelakunya anak karena mereka sebetulnya tidak tahu bila ini melanggar hukum atau tidak," paparnya.
Politikus NasDem ini pun mendorong kepada pihak berwajib untuk melakukan investigasi secara menyeluruh terkait dugaan kasus perundungan tersebut. Termasuk apakah ada pembiaran oleh pihak sekolah terhadap kejadian yang menimpa siswanya.
"Pihak sekolah juga harus bertanggung jawab atas lingkungan yang seharusnya aman bagi semua siswa. Tidak ada kompromi dalam kasus seperti ini, termasuk jika ditemukan unsur pembiaran oleh pihak sekolah," tegasnya.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali, mantan jurnalis ini juga menekankan upaya pencegahan atau preventif yang harus digencarkan di tiap-tiap sekolah yang dinaungi pemerintah kota. Penyuluhan dan edukasi anti-perundungan harus melibatkan semua elemen, mulai dari siswa, guru, hingga wali murid.
"Supaya semua bisa berhati-hati bahwa yang perundungan ternyata bisa berdampak kepada proses hukum sampai bisa masuk tahanan. Kalau yang seperti ini tidak dijelaskan, kami khawatir kalau kejadian serupa terjadi lalu tidak ada titik temu kompromi penyelesaiannya secara kekeluargaan," jelasnya.
Imam berharap kasus tersebut dapat dijadikan sebagai pelecut untuk memperbaiki sistem pendidikan dan perlindungan anak di Kota Pahlawan. Ia pun sepakat dengan ikhtiar korban menyelesaikan kasus ini secara hukum. Namun, itu hanya dilakukan sebagai jalan terakhir jika masalah tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
"Karena kami mendengar korbannya itu ingin teman-temannya ini dipenjara. Ini menambah keprihatinan saya. Yang saya dengar juga, pihak sekolah sudah memberi sanksi kepada pelaku, dan mereka sudah minta maaf kepada korban," ungkapnya.
Menurutnya, upaya penyelesaian ke ranah hukum adalah ultimum remedium dan harus menjadi pilihan paling terakhir. Bila anak pelaku perundungan itu akhirnya dihukum pidana, hal tersebut akan memberikan ganjaran kenestapaan kepada pelaku yang juga anak-anak serta keluarganya.
"Coba bayangkan nanti anak itu dipenjara, yang nestapa itu anak dan kemudian orang tuanya. Kami ingin supaya ada efek jera, tapi juga yang mendidik. Jangan sanksinya yang kemudian memakai hukum pidana," pungkasnya.