Kasus Kekerasan Terhadap Audrey, Ini Sikap Nasyiatul Aisyiyah
Lagi, generasi muda bangsa mempertontonkan perilaku amoral. Pengeroyokan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Pontianak oleh 12 siswi Sekolah Menangah Atas (SMA) mengundang kegelisahan segenap bangsa. Selain luka fisik pada korban, kejadian ini juga turut memberikan sayatan luka bagi pemerhati dan pihak yang memiliki irisan dengan urusan anak dan keperempuanan.
Terkait kejadian tersebut, respon cepat dilakukan Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah (PPNA). Seperti yang disampaikan Diyah Puspitarini, Ketua Umum PP NA mengaku sedih dan terpukul atas peristiwa ini.
Menurutnya, hal ini menjadi kejahatan moral yang tidak terperih. Merespon kejadian ini, pihaknya langsung mengubungi Pimpinan Wilayah NA (PWNA) Kalimantan Barat (Kalbar) untuk mendaptakan fakta yang terjadi dan melakukan pendampingan.
“Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) segera bergerak, dan hari ini mereka akan melakukan audiensi dengan (Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah) KPPAD, karena adanya statemen dari lembaga tersebut agar persoalan diselesaikan dengan kekeluargaan. Dan sore akan bertemu dengan korban,” urai Diyah ketika dihubungi pada Rabu 10 April 2019.
“Saat ini dukungan akan sangat berarti untuk perkembangan jiwa korban. Semoga kasus ini akan tuntas dan keadilan tetap bisa tegak, sementara kedamaian akan selalu membersamai korban tanpa diskriminasi,” kata Diyah.
Menurutnya, kejadian ini menjadi peristiwa untuk refleksi yang ‘menohok’ bagi anak muda, orangtua serta lembaga pendidikan. Peristiwa ini menjadi kaca bagi semua pihak yang memiliki sangkutan, untuk memiliki perhatian lebih kepada generasi milenial. Generasi milenial dengan segala aspek lingkungan sosial disekitarnya membantu pembentukan pribadi generasi milenial menjadi mudah tersulut emosi.
Pasca-peristiwa ini, Diyah berharap dukungan dari berbagai pihak untuk korban. Terkait tindakan kriminal yang terjadi, jangan hanya bergulir dan selesai tanpa adanya solusi. Dan adanya statment yang menyampaikan bahwa kasus akan diselesaikan dengan cara kekeluargaan, Diyah menyesalkan karena tindakan kriminal harus diselesaikan melalui jalur hukum dengan pemantauan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Saya pribadi sangat berharap kasus ini tetap diselesaikan dengan hukum dengan pemantauan dari KPAI,” jelasnya.
Demi keberlangsungan pendidikan, lingkungan sosial dan psikologi korban, Diyah berharap kepada pemegang kepentingan dan pihak sekolah tetap memberikan kesempatan untuk tetap mendapatkan hak pendidikan dan bersosialisasi tanpa diskriminasi. Serta mengembalikan kejiwaan korban melalui pendampingan psikologis.
“Saat ini dukungan akan sangat berarti untuk perkembangan jiwa korban. Semoga kasus ini akan tuntas dan keadilan tetap bisa tegak, sementara kedamaian akan selalu membersamai korban tanpa diskriminasi,” kata Diyah. (adi)