Kasus Kekerasan Seksual pada Anak di Blora Tinggi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kinasih, menyoroti terjadinya banyak kasus kekerasan seksual pada anak di wilayah Kabupaten Blora Jawa Tengah. Terlebih, belum lama ini menimpa anak yang masih duduk di bangku SMP. Bahkan, anak tersebut tergolong disabilitas ringan.
Menurut Direktur LBH Kinasih, Agus Susanto, tahun 2023 ini ramai menjadi perbincangan di media sosial dan juga dimuat media massa. Ada sejumlah kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang menimpa anak di bawah umur dan dewasa tapi penyandang disabilitas.
Dirinya juga menyayangkan, terjadinya kasus tersebut, justru Kabupaten Blora mendapat penghargaan kota layak anak. Selain itu, terkait dengan hak-hak korban kekerasan seksual ini yang tidak dia dapatkan.
"Jangan sampai korban ini menjadi korban yang berlipat ganda. Yakni menjadi korban berkelanjutan," kata dia saat LBH Kinasih melakukan audiensi dengan DPRD Blora, Senin 23 Oktober 2023.
Maksud menjadi korban berkelanjutan ini, dia mencontohkan, korban pemerkosaan. Kemudian menjadi korban terkait pendidikannya. Dia dikeluarkan dari pendidikannya, atau tidak mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya.
"Berikutnya adalah korban kependudukannya. Jangan sampai korban TPKS ini menjadi korban berkelanjutan," jelasnya.
Hak lain yang seharusnya korban dapatnya, lanjut dia, adalah hak restitusi. "Pelaku kejahatan ini seharusnya membayar denda atas kejahatan seksual yang dia lakukan kepada korban," ungkap Agus.
Pada kesempatan itu, dia juga mempertanyakan peran pemerintah dalam upaya penanganan dan pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Blora, Luluk Kusuma Agung Ariadi, pada kesempatan yang sama menyampaikan, bahwa pihaknya sampai saat ini menangani delapan kasus.
Pihaknya mengaku telah melakukan penanganan dan pendampingan terhadap korban. Satu kasus sudah ada yang melahirkan. Pihaknya terus mendampingi lagi agar mental korban terjaga. Termasuk kasus yang belum lama ini terjadi dan ditangani Polres Blora.
Sementara, dalam upaya penanganan itu, yang agak kewalahan adalah pendampingan psikologi anak. Jangan sampai korban anak ini drop.
"Kendala lain, pendamping psikologi ini hanya ada satu orang di Kabupaten Blora ini," kata dia.
Dia menambahkan, banyak upaya yang telah dilakukan. Untuk meminimalkan terjadinya kejahatan seksual anak. Satu di antaranya, adalah program anak sebagai pelopor sekaligus pelapor. Digagas, dan dikerjasamakan dengan pihak sekolah dan pihak terkait.
Lebih lanjut dia menyampaikan, terkait predikat kota layak anak. Blora saat ini mendapat penghargaan kota layak anak kategori madya. Itu tidak tergantung pada adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Penilaian itu, kata dia, berdasarkan pada penguatan kelembagaan, hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan kegiatan seni budaya, dan hak perlindungan khusus.
Anggota Komisi D DPRD Blora, Achlif Nugroho Widi Utomo, menyampaikan, adaperlu adanya kegiatan secara terpadu antara semua pihak. Diantaranya, pembentukan unit perlindungan anak perempuan dan anak. Kemudian, kata dia, pembentukan pusat pelayanan terpadu.
"Dalam hal ini melibatkan Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Organisasi Masyarakat, dan Masyarakat yang memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan perlindungan korban kekerasan. Ini adalah bentuk sinergitas yang harus dilakukan," kata dia.