Kasus Tukar Satwa Kebun Binatang Surabaya Kembali Diungkit Singky
Kasus tukar satwa antara Kebun Binatang Surabaya (KBS) dengan Taman Satwa Pematang Siantar kembali diungkit oleh pentolan Ketua Asosiasi Pecinta Satwa Indonesia, Singky Soewadji. Kasus ini sebenarnya kasus lama, sekitar 2013 yang lalu. Kasusnya pun sudah pernah ditangani oleh Polrestabes Surabaya. Namun, oleh Polrestabes Surabaya, kasus ini sudah dikeluarkan statusnya yaitu Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Namun, tak ada angin tak ada hujan, Singky Soewadji kembali mengungkit kasus ini. Dia bahkan meminta hearing dengan Komisi B DPRD Kota Surabaya untuk membahas kasus ini. Permintaan Singky ini pun diijabahi oleh Komisi B DPRD Kota Surabaya kemarin, 7 Oktober 2020.
Dalam hearing tersebut, Singky kembali mengingatkan soal perjanjian yang terjadi pada 2013 antara KBS dan Taman Satwa Pematang Siantar, harus segera diselesaikan. Sebab perjanjian itu merugikan KBS karena sampai sekarang belum terlaksana.
Dalam perjanjian tersebut, KBS dijanjikan akan mendapatkan banyak hal. Misalnya tukar satwa, dapat bangunan museum dan lainnya. Tapi kenyataannya sampai sekarang belum terlaksana. Padahal, di satu sisi KBS sudah mengirimkan beberapa koleksi satwanya untuk ditukar sesuai dengan perjanjian tersebut.
“Ini haknya KBS, jangan diam saja. Ini harus ditagih, karena ini merugikan KBS. Di sini kita dijanjikan dapat hewan, ini hewan apa? Kalau cuma dikasih kalajengking ya tak apa dong ya?" kata Singky.
Atas perjanjian yang dianggap merugikan tersebut, Singky menyebut dirinya sebenarnya tak tinggal diam. Mulai September lalu para pecinta satwa kembali mengajukan permohonan gugatan praperadilan terkait SP3 kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Menanggapai desakan Singky tersebut, Sekretaris Komisi B Mahfudz mengatakan, kasus antara KBS dan Taman Satwa itu memang merugikan KBS dan harus dikembalikan hak-haknya. Jika tidak maka perjanjian itu wanprestasi. Tapi, sebelum melangkah lebih jauh alangkah lebih baik jika menunggu dulu hasil dari pra-peradilan SP3 kasus tersebut. Sebab, dengan keputusan hukum yang jelas baru bisa terlihat kedepannya cara untuk kembali merebut hak-hak KBS, yang selama ini dianggap belum terpenuhi.
"Kalau memang ada konsekuensi hukumnya, memang harus menempuh jalur hukum. Tapi kita tunggu dulu proses yang sekarang berjalan. Saya lihat sih adalah semangat KBS. KBS wajib mengambil kembali satwa KBS yang dikeluarkan karena itu haknya KBS," kata Mahfudz.
Senada dengan rekannya, Anas Karno pun menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, DPRD hanyalah fasilitator antar pihak agar bisa berdiskuai dan saling terbuka terkait kasus yang sedang dipersoalkan.
Selain itu, Anas menyampaikan alangkah baiknya jika kasus KBS ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan antara Singky, KBS, dan BKSDA. Sebab, tiga variabel ini adalah sama-sama memiliki kepedulian dan kewajiban terhadap satwa.
"Kan Pak Singky punya data-data dan info, ya diselesaikan secara baik saja. Diajak ngopi bareng lah, antara Pak Singky, KBS, BKSDA, dan DPRD jika kami diajak. Ini soalnya permasalahan sebelum KBS diserahkelolakan ke Pemkot, makanya yang tahu kan Pak Singky. Biar ke depannya KBS bisa mengambil dan menagih hak-haknya yang belum terpenuhi," kata Anas.
Di tempat yang sama, Dirut PD Kebun Binatang Surabaya, Khoirul Anwar, mengatakan bahwa kasus MoU itu terjadi jauh sebelum Pemkot diberi kewenangan. Maka dari itu ia meminta kepada semua pihak untuk tidak menyebutkan bahwa KBS yang salah, namun manajemen atau Tim Pengelola Sementara (TPS).
"Kami dari 2016 sudah berusaha memperbaiki nama dan citra KBS yang hancur. Tolong kalau ada kasus sebelum kami masuk, ya sebut saja siapa mereka, jangan sebut KBSnya. Memang kalau dulu itu kan pengelolaan kurang baik, jadi ya kami tidak tahu terlalu dalam karena belum masuk. Nah Pak Singky dan pengelola yang dulu ini kan kenal, mereka teman. Jadi mending diselesaikan baik-baik, kalau KBS diminta memfasilitasi ya monggo. Ini semua demi kebaikan KBS kan," katanya.