Kasus Ijazah Palsu, Komedian Qomar Daftar Pilkada Depok 2020
Komedian Nurul Qomar, atau yang dikenal dengan Qomar, sempat tersandung kasus ijazah palsu. Ia didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu memalsukan surat keterangan lulus S2 dan S3 Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Surat itu dipalsukan untuk memenuhi persyaratan sebagai calon Rektor Universitas Muhadi Setiabudhi (Umus), pada Januari 2017. Hingga saat ini Pengadilan Negeri Brebes, Jawa Tengah, masih melaksanakan sidang perkara pemalsuan ijazah itu.
Tampaknya kasus tersebut tak menyurutkan niat Qomar untuk memasuki bursa Pilkada Depok 2020.
Mantan grup lawak Empat Sekawan ini mendaftar di bursa penjaringan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok, yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Qomar bahkan telah mengembalikan berkas pencalonan dirinya ke kantor DPC PDIP di Jalan Boulevard Raya, Grand Depok City, Depok, Jumat 20 September.
"Kenapa PDIP? Karena yang buka pendaftaran Pilkada Wali Kota baru dia nih, PDIP, ya makanya ane daftar di sini (PDIP)," ujar Qomar kepada wartawan.
Dengan dibangunnya sistem demokrasi partai parlemen dan non parlemen, Qomar mengaku dirinya memang harus masuk dalam jalur partai bila ingin bertarung sebagai calon Wali Kota.
"Sekarang ini yang mengakomodir bursa ya PDIP, nanti kalau misalnya Gerindra buka (pendaftaran bakal calon) lagi ya ane daftar lagi (di Gerindra)" kata Qomar.
Soal kasus hukum pemalsuan ijazah yang sedang menjeratnya, mantan anggota DPR RI dua periode ini, meyakini kental muatan politik.
“Saya kan aslinya dapat kursi DPR RI tahun ini, cuma ada teman yang main di tikungan akhir, dia khawatir kalau saya dilantik. Tujuannya, menghilangkan nama saya dari panggung politik,” kata Qomar.
Ia lantas menceritakan, kasus hukumnya itu bermula pada 2018 saat dirinya ikut proses Pilkada Kabupaten Cirebon.
“Saat itu saya mundur dari jabatan saya sebagai Rektor Umus,” katanya.
Menurut Qomar, keputusan mundur itu ditolak mahasiswanya yang berujung pada aksi mogok para mahasiswa. Ketua yayasan. kata dia menambahkan, lalu merasa dipermalukan dengan aksi mahasiswa itu.
Hal itu, lanjutnya, lantas dimanfaatkan oleh pesaing politiknya hingga kasus tersebut terus mencuat.
“Saya yakin saya benar, ijazah S2 saya dan saat ini saya sedang menyelesaikan studi S3,” kata pria yang juga dikenal sebagai pendakwah itu.
Akibat perbuatannya itu, Umus dianggap mengalami kerugian materi sebesar Rp 7.379.488 per bulan, selama kurang lebih 10 bulan selama Qomar menjabat rektor. Tak hanya itu, kepercayaan mahasiswa dan publik terhadap Yayasan Umus pun menurun.
Akibat perbuatannya itu, Nurul Qomar dijerat pasal 263 ayat 2 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.