Kasus HIV Meningkat di Surabaya, DPRD Dorong Pendidikan Humanis
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya mencatat bahwa ada kenaikan kasus
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Distribusi kasus HIV berdasarkan status kependudukan menunjukkan KTP Surabaya sebesar 600 kasus (53,47 persen) dan KTP Non-Surabaya sebesar 522 kasus (46,52 persen).
Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan penemuan kasus HIV sebesar 27 persen, pada tahun 2022 tercatat ada 827 kasus.
“Akan tetapi, berdasarkan status kependudukan menunjukkan bahwa penemuan kasus dengan KTP Surabaya pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 17,39 persen dibandingkan tahun 2022,” kata Kepala Dinkes Kota Surabaya, Nanik Sukristina.
Sedangkan, gambaran distribusi kasus HIV anak pada rentang usia kurang dari 14 tahun sebanyak 7 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan sebanyak 1 kasus.
Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak, disebabkan kurangnya kepatuhan minum obat ARV bagi ibu yang telah terinfeksi HIV. Itu karena tidak adanya dukungan dari pasangan (keluarga), serta ketidakberdayaan seorang istri terhadap permasalahan kesehatannya.
Sebagai upaya pengendalian, Dinkes Kota Surabaya secara konsisten dan masif dalam kegiatan skrining HIV terhadap seluruh kelompok populasi berisiko. Baik ber-KTP Surabaya maupun KTP Non-Surabaya, tanpa membedakan status kependudukan.
"Kami melakukan perluasan layanan testing HIV melalui 122 layanan. Di antaranya pada 63 puskesmas, 57 rumah sakit, dan 2 klinik utama. Sedangkan, untuk pemberian layanan dukungan, perawatan dan pengobatan (PDP) HIV juga telah tersebar di 52 layanan di 38 puskesmas, 13 rumah sakit, dan 1 klinik utama,” kata Nanik.
Di samping itu, pihaknya juga kerap melakukan pemeriksaan HIV secara mobile menyasar RHU dan tempat-tempat yang diduga sebagai hotspot (lokasi) kelompok beresiko.
"Selanjutnya, melakukan layanan testing HIV yang difasilitas oleh layanan kesehatan. Seperti puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, maupun klinik utama,” terangnya.
DPRD Surabaya soal HIV
Melihat data tersebut, anggota komisi D DPRD Surabaya Herlina Harsono mendorong Pemkot Surabaya untuk mengedepankan pendidikan humanis, terkait penyakit HIV yang juga menyasar para remaja.
Herlina berharap Pemkot Surabaya segera bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan sebaliknya. Sebab, remaja berada pada fase 15 hingga 19 tahun berada di jenjang pendidikan SMP dan SMA.
"Kami berharap mengedepankan pendidikan humanis. Ini masalahnya masih di fase yang bisa dibentuk yakni pendidikan SMP dan SMA. Supaya generasi muda lebih baik kedepannya," tambahnya.
Politisi Perempuan Demokrat itu mengungkapkan, data kasus HIV pada 2023 berdasarkan kelompok umur adalah usia 14 tahun sebanyak 7 kasus, usia 15 sampai 19 tahun ada 36 penderita, usia 20 sampai 24 tahun ada 106 penderita, usia 25 sampai 49 tahun ada 398 penderita, dan usia 50 tahun keatas sebanyak 53 penderita.
Sementara, untuk tahun 2022, usia kurang dari 14 tahun ada 8 penderita, usia 15 hingga 19 tahun ada 21 penderita, usia 20 hingga 24 tahun ada 120 penderita, usia 25 hingga 49 tahun ada 386 penderita, dan lebih dari 50 tahun ada sebanyak 51 penderita.
"Pada rentan usia 15 sampai 19 tahun terlihat ada peningkatan 15 orang penderita HIV dari tahun 2022 dan 2023," pungkasnya.