Kasus Gagal Ginjal Akut, Polisi Periksa 2 dari 4 Pejabat BPOM
Penyidik di Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, memeriksa 2 pejabat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemeriksaan ini menindaklanjuti pengusutan kasus gagal ginjal akut yang mengakibatkan banyak korban meninggal terutama pada anak-anak.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Pipit Rismanto mengatakan, pihaknya telah memeriksa 2 BPOM.”Baru dimintai keterangan 2 orang. Diperiksa sebagai saksi,” ujarnya dikutip dari laman Polri, Sabtu 12 November 2022.
Sebenarnya, lanjut Brigjen Pipit Rismanto, jumlah yang diperiksa dari BPOM sebanyak 4 orang. Tetapi yang baru dimintai keterangan sebagai saksi sebanyak 2 orang.”Kita mintai keterangan 4 orang, dan baru 2 orang yang memenuhi panggilan. Dilanjut Minggu depan,” imbuhnya. Brigjen Pipit menambahkan, yang dimintai keterangan yaitu Bidang Pengawasan dan Bidang Mutu BPOM.
Penyidik Polri tengah mengumpulkan bukti-bukti dugaan tindak pidana atas kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan tingginya kematian anak. Polisi masih melakukan penyelidikan dan memungkinkan naik ke tahap penyidikan.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, penyidik masih berupa mengumpulkan alat bukti. Alat bukti menjadi pendukung guna menunjang pengungkapan kasus ini. ”Tentunya jika sudah cukup, maka akan dinaikkan dari lidik ke sidik,” tegasnya Jumat 28 Oktober 2022.
Data Kementerian Kesehatan mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia total mencapai 269 orang per Rabu 26 Oktober 2022. Jumlah kasus itu tersebar di 27 provinsi Indonesia. Sedangkan yang dirawat 73 kasus, 157 kasus di antaranya meninggal berarti 58 persen. Sedangkan yang sembuh 39 kasus.
Sebelumnya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan alasan pihaknya memproses pidana dua industri farmasi Indonesia. Itu karena ada dugaan kesengajaan dalam proses produksi obat.
Menurut Penny, ada indikasi kejahatan lantaran syarat dari bahan baku tidak sesuai dengan ketetapan yang ada. Yaitu ada indikasi lainnya kedua perusahaan itu menggunakan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sebagai pelarut dalam obat sehingga mengandung cemaran sangat tinggi. Jauh dari ambang batas aman menurut Farmakope di 0,1 persen.