Kasus Flyover Pesing dalam Broken Window Theory
Oleh: Djono W. Oesman
Pemotor Indonesia pemberani. Dilarang lewat flyover Pesing, Jakarta Barat, bandel. Pemotor ARS, 30 tahun, ditabrak mobil, Jumat 7 Januari 2022 pagi. Terpental, jatuh ke jalan, sepuluh meter di bawah. Masih hidup. Pelanggar pun tambah ramai.
------------
Senin, 10 Januari 2022 pagi, dua polisi berjaga di mulut flyover itu. Mencegat pemotor yang tetap bandel. Walaupun sudah ada rambu larangan motor lewat. Berarti dijaga rambu plus dirangkap polisi.
Tapi, alamak... di jam kerja pukul 06.00 puluhan motor tetap saja masuk jalur flyover. Dalam sejam, terjaring belasan motor. Ditilang.
Polisi kewalahan. Banyak pemotor yang lolos. Melaju, menanjak ke flyover. Yang tiupan angin sangat kencang itu.
Seorang pemotor yang lolos, dicegat wartawan di jalur keluar fluover, Senin 10 Januari 2022 pagi. Namanya Reza, 25 tahun. Apa kata Reza?
"Biar cepet aja. Tadi, saya liat ada petugas di tengah situ tadi. Tapi kan banyak yang lewat. Jadi, saya lewat aja."
Ditanya, kan sudah ada tanda, motor dilarang lewat? Dijawab: "Saya gak liat, luh."
Polisi tampaknya kewalahan. Apa kata polisi?
Kasat Lantas Polres Jakarta Barat, Kompol Wayan saat konfirmasi wartawan, mengatakan:
"Sudah sering dilaksanakan operasi. Juga sudah ada rambu larangan. Tapi setiap nggak ada petugas, ya... pemotor tetap lewat."
Padahal, tertabraknya ARS, terpental melayang, jatuh ke jalan sepuluh meter di bawahnya, menghebohkan Jakarta. Media massa memberitakan. Media sosial, apalagi. Viral.
Saksi mata kejadian Jumat 7 Januari 2022 pukul 06.20 itu adalah Mulyanti, 45 tahun. Pedagang nasi uduk di dekat tempat kejadian. Dia menceritakan kepada wartawan, begini:
"Awalnya terdengar, gubrak... kayaknya, ada tabrakan di atas (flyover)."
Beberapa detik kemudian Mulyanti melihat sesuatu melayang.
Mulyanti: "Kayak benda terbang, gitu. Ternyata orang. Jatuh ke aspal di bawah. Rupanya yang jatuh cowok. Masih pakai helm. Orang berdatangan. Cowok itu masih bisa berdiri, lalu dibopong orang."
Korban ARS mengalami remuk tulang tangan dan kaki kanan. Masih dirawat di RS. Sedangkan penabraknya, pengemudi mobil Nissan March, AND, jadi tersangka, ditahan di Polres Jakarta Barat.
Flyover Pesing selesai dibangun 27 Agustus 2002. Dikutip dari laman Jakarta.go.id, flyover itu tidak untuk motor, bajaj, dan kendaraan besar seperti trailer. Sebab, maksimal tonase hanya untuk mobil. Sedangkan, hempasan angin sangat kencang.
Alasan pemotor Reza menyerobot lewat: "Biar cepat." Berarti jalanan sangat macet. Bahkan untuk motor. Jakarta sudah tidak mampu lagi menopang lalu lintas warga.
Atau, warganya terlalu bandel. Mengabaikan hukum. Ini sebenarnya bukan hanya problem Jakarta. Melainkan juga kota besar dunia. Di Amerika pun begitu. Tapi Amerika zaman dulu. Tahun 1980-an.
Peneliti Amerika, Prof George L. Kelling dan Prof James Q. Wilson dalam buku mereka "Broken Windows Crime Theory" (Scientific American, 2012) mencetuskan, pelanggar aturan bakal semakin banyak, jika tanpa tindakan tegas.
Teori Kelling dan Wilson dalam kriminologi, terkenal sebagai Teori Jendela Pecah. Teori itu hasil riset, dilakukan Philip Zimbardo, 1980.
Zimbardo menguji sifat alami manusia. Ia meletakkan dua mobil yang sama persis. Pada dua tempat berbeda.
Dua mobil itu sama-sama: Tanpa nomor polisi, kap mesin depan dibuka.
Satu mobil diparkir di pinggir jalan daerah kumuh, Bronx, New York, Amerika.
Satunya di pinggir jalan Palo Alto, California, Amerika. Wilayah ini adalah jantung kota Silicon Valley, markasnya Google, Facebook, Intel, AMD, Nvidia. Wilayah masyarakat kelas menengah.
Hasilnya: Selang 3 hari, mobil di Bronx ‘bersih’.
Mobilnya masih ada. Tapi banyak komponen yang hilang. Hingga ‘bersih’ tanpa spion, kaca-kaca, bahkan komponen mesin pun hilang.
Mobil di Palo Alto utuh. Tidak ada bagian yang hilang. Bahkan, dibiarkan sampai sepekan kemudian, tetap saja utuh.
Uji riset ditingkatkan. Zimbardo lantas melakukan ini pada setiap mobil: Memukuli mobil dengan palu. Berkali-kali. Sampai penyok-penyok. Baik yang di Bronx, maupun Palo Alto.
Atraksi itu ditonton banyak orang lewat. Kemudian, Philip Zimbardo pergi begitu saja.
Apa hasilnya?
Baik di Bronx atau Palo Alto, sama: Orang-orang yang lewat, satu per satu, ikutan memukuli mobil itu.
Warga yang lewat, melihat orang-orang memukuli mobil. Mereka ikut-ikutan. Jadi tambah banyak pemukul. Akhirnya mobil hancur total. Di dua lokasi itu.
Kesimpulan penelitian:
1. Mobil, tanpa perlakuan khusus, hasilnya berbeda. Antara di daerah kumuh dengan daerah masyarakat kelas menengah.
2. Mobil, dengan perlakuan khusus, hasilnya sama.
3. Masyarakat kumuh dan masyarakat kelas menengah, sama. Dalam menirukan perilaku vandalime, jika sudah ada pendahulunya.
Di Flyover Pesing, banyak pemotor lewat. Sehingga pemotor Reza beranggapan, kalau ada yang boleh lewat, mengapa saya tidak? Walaupun sudah dijaga polisi.
Pencetus Teori Jendela Pecah, Prof Kelling, delapan tahun kemudian (1988) diuji pemerintah.
Ia diangkat jadi Konsultan Otoritas Kereta Transit New York (Gladwell, Malcolm, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference, 2002).
Waktu itu New York kacau banget. Volume kejahatan 650.000 kasus per tahun. Untuk ukuran sana, waktu itu, dinilai sangat tinggi. Rata-rata 1.836 kasus kriminal per hari. Istilahnya hujan kasus.
Ribuan kasus kriminal itu beraneka ragam. Dari yang ringan sampai berat.
Paling ringan, graffiti. Corat-coret dengan cat di berbagai bidang terbuka. Termasuk di kereta subway. Baik di interior kereta maupun eksterior. Juga dinding sekitar stasiun. Sungguh parah.
Prof Kelling sewaktu jadi konsultan Otoritas Transit New York, kaget mengamati parahnya graffiti.
Parahnya graffiti, pasti bukan tiba-tiba. Awalnya satu-dua coretan cat, dibiarkan. Lama-lama orang meniru (Teori Jendela Pecah). Akhirnya jadi parah.
Lantas, Kelling mengajak Direktur Subway, David Gunn, menerapkan kebijakan baru.
Semua graffiti dihapus. Yang menempel dinding, dindingnya dicat ulang. Yang nempel pada kaca, kacanya diganti. Dilakukan gerakan serentak, melibatkan banyak personil.
Pada hari-hari gerakan serentak itu, ternyata masih saja ada graffiti baru. Graffiti yang baru dibuat oleh anak-anak remaja.
Kelling dan Gunn tidak mau kalah. Graffiti baru yang dibuat hari itu, dihapus langsung pada malam harinya. Sehingga esok pagi, kereta dan dinding stasiun selalu bersih dari graffiti.
Dan, pelaku graffiti yang ketahuan, tertangkap tangan, langsung diserahkan ke polisi. Diproses hukum.
Alhasil, kereta dan stasiun subway New York selalu bersih. Sampai sekarang.
Penerapan Teori Jendela Pecah dilanjutkan oleh William Bratton, yang jadi Kepala Polisi Transit New York pada 1990 (Gladwell, Malcolm, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference, 2002).
Kasus yang diamati William Bratton adalah hal berbeda: Penumpang subway tanpa bayar. Anak-anak muda melompati palang pembatas di pintu (gate) masuk. Lantas lari masuk kereta.
Berdasarkan data saat itu (1990) jumlah pelompat palang gate 170.000 orang per hari. Jumlah luar biasa. Mereka penumpang gratis, illegal.
Itu diketahui oleh polisi yang berjaga di sana. Tapi, mereka enggan menegur. Dianggap sepele. Sebab, polisi New York sudah kewalahan, dihujani ribuan aneka kasus kriminal per hari.
William Bratton tidak mau melihat orang pelompat palang. Dia kerahkan anak buahnya menangkapi para pelompat. Tidak mengandalkan polisi di stasiun situ.
Karena jumlah pelompat ribuan orang, dia minta bantuan polisi sektor lain. Pelompat yang tertangkap didenda sangat tinggi, sesuai aturan. Sebagai efek jera.
Dampaknya, tidak ada lagi pelompat palang gate. Penerapan teori, sukses.
Empat tahun kemudian, William Bratton diangkat menjadi Kepada Departemen Kepolisian New York. Dia menerapkan sistem yang sama untuk banyak kasus kriminal.
Sejak pertengahan dekade 1990-an, angka kejahatan di New York turun drastis. Itu berkat teori Jendela Pecah yang dimulai George L. Kelling (Gladwell, Malcolm, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference, 2002).
Tindakan polisi mencegat pemotor di flyover Pesing, sesuai Teori Jendela Pecah.
Tantangan buat Polres Jakarta Barat (untuk flyover Pesing) adalah konsistensi. Rutin. Setiap waktu, di setiap jam. Seperti di New York.
Advertisement