Kasus COVID Bertambah, Ini Sejumlah Aturan Baru Pemerintah
Kasus positif COVID-19 harian terus berada di atas angka seribu selama beberapa pekan terakhir. Terbaru Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan kasus harian COVID-19 bertambah 1.681 orang hingga Senin, pukul 12.00 WIB. Pemerintah pun melakukan sejumlah upaya untuk menekan laju penyebaran COVID-19 yang diprediksi memuncak di bulan Juli ini.
Vakin Booster Sebagai Syarat Perjalanan
Pemerintah mulai mewajibkan vaksin booster sebagai syarat perjalanan, per 17 Juli 2022. Perintah ini tertuang dalam empat surat edaran dari Kementerian Perhubungan yang ditujukan masing-masing untuk transportasi laut, udara, perkeretaapian, dan transportasi darat.
Empat surat edaran tersebut mengatur kebutuhan vaksin ketiga atau booster untuk pelaku perjalanan jarak jauh, dan berusia di atas 17 tahun, serta tanpa komorbid atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk vaksin.
Pelaku perjalanan berusia di bawah 17 tahun wajib melengkapi vaksin hingga dua kali, sedangkan pelaku perjalanan di bawah 6 tahun dikecualikan dari kewajiban vaksin serta tes antigen atau PCR.
Tes antigen atau PCR wajib dimiliki bagi pelaku perjalanan kategori wajib booster namun belum menerima, ketika melakukan perjalanan jarak jauh.
Surat edaran juga mengatur 16 bandara sebagai pintu masuk dari luar negeri, antara lain Bandara Soekarno Hatta (Banten); Juanda Jawa Timur; Ngurah Rai, Bali; Hang Nadim, Kepulauan Riau; Raja Haji Fisabilillah, Kepulauan Riau; Sam Ratulangi, Sulawesi Utara; Zainuddin Abdul Madjid, Nusa Tenggara Barat; Kualanamu, Sumatera Utara; Bandara Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan; Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejumlah bandara bisa menerima kedatangan luar negeri hanya untuk program haji, antara lain Sultan Iskandar Muda, Aceh; Minangkabau, Sumatera Barat; Sultan Mahmud Badaruddin II, Sumatera Selatan; Adisumarmo, Jawa Tengah; Syamsuddin Noor, Kalimantan Selatan; dan Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Kalimantan Timur.
Juga delapan pintu masuk dari pelabuhan internasional, antara lain Aruk, Kalimantan Barat; Entikong, Kalimantan Barat; Motaain, Nusa Tenggara Timur; Nanga Badau, Kalimantan Barat; Motamasin, Nusa Tenggara Timur; Wini, Nusa Tenggara Timur; Skouw, Papua; dan Sota, Papua, dilansir dari laman Kemenhub.
Bermasker di Dalam dan Luar Ruangan
Selain itu, pemerintah kembali mengimbau agar warga menggunakan masker, baik di dalam dan di luar ruangan. Imbauan ini muncul setelah Presiden Joko Widodo sempat melonggarkan aturan dengan membolehkan melepas masker di luar ruangan, pada Mei 2022 lalu.
"Ingat COVID-19 masih ada, oleh sebab itu, baik di dalam ruangan maupun luar ruangan diimbau untuk menggunakan masker," kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro, dikutip dari Antara, pada Selasa 12 Juli 2022.
Memakai masker merupakan keharusan terutama di kota-kota dengan interaksi masyarakat yang tinggi. Apalagi kasus COVID-19 semakin meningkat sementara kepatuhan penduduk atas protokol kesehatan disebut menurun.
Tercatat, sebesar 35,5 persen dari 1.474 kelurahan desa memiliki kepatuhan melaksanakan protokol kesehatan rendah dalam memakai masker. Kemudian, sebesar 22 persen memiliki kepatuhan rendah dalam menjaga jarak.
"Kepatuhan itu sangat turun kalau kita bandingkan dengan tahun lalu. Tahun lalu sekitar 70 persen hingga 98 persen punya kepatuhan yang baik terhadap protokol kesehatan. Jadi tentunya ini harus kita patuhi kembali," kata Reisa.
Prediksi Puncak Subvarian Omicron
Upaya pemerintah memperketat mobilitas dan protokol kesehatan sejalan dengan prediksi dari Kementerian Kesehatan tentang puncak gelombang COVID-19 varian Sub Omicron.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memprediksi, puncak gelombang Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5, akan terjadi di tengah Juli, dengan jumlah kasus mencapai belasan ribu sehari.
"Kalau polanya sama dengan di Afrika Selatan, perkiraan puncak (di Indonesia) bisa kena di pekan kedua dan ketiga Juli 2022," kata Budi, seperti diberitakan Ngopibareng.id, pada Senin 27 Juni 2022. Ia memprediksi, jumlah kasus baru akan mencapai 18 ribu dalam sehari.
Namun, meski kasus mencapai belasan ribu, pihaknya memprediksi jumlah pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit akibat gejala sedang hingga berat, akan jauh lebih sedikit dibanding gelombang sebelumnya.
Pasien yang dirawat di rumah sakit diprediksi hanya sepertiga dari puncak Omicron sebelumnya, meski angka kematian juga diprediksi tetap muncul. "Angka kasus kematiannya sekitar 10 persen dari puncaknya Omicron," katanya.