Kasus BLBI Resmi Dihentikan, KPK pun Prihatin Suap di Lapas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menghentikan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Selain itu, KPK pun menyatakan prihatin akan praktik tindak pidana korupsi, utamanya suap yang dilakukan narapidana di Lapas Sukamiskin.
Dalam kasus BLBI, ada dua tersangka yang terjerat dalam kasus ini yaitu pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya Itjih Nursalim (ISN).
"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait tersangka SN dan ISN," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 1 April 2021.
Alex menyatakan alasan KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) sudah sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang KPK.
"Penghentian penyidikan sebagai bagian adanya kepastian hukum sebagaimana Pasal 5 UU KPK," kata Alexander.
Diketahui, kasus korupsi BLBI ini telah melewati tiga periode presiden RI, dimulai sejak era Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo.
Semula kasus BLBI ini diusut Kejaksaan Agung hingga kemudian ditangani KPK sampai akhirnya diterbitkan SP3.
Sebelumnya, KPK menyangka keduanya telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan nilai aset yang mereka serahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk membayar hutang BLBI. Akibat perbuatan mereka, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp4,58 triliun.
Awalnya KPK menetapkan eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung menjadi tersangka. Ia diduga menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI.
Syafruddin dihukum 15 tahun di pengadilan tingkat Banding. Namun, Mahkamah Agung (MA) melepasnya di tingkat Kasasi.
KPK pun Prihatin Praktik Suap di Lapas Sukamiskin
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku prihatin dengan praktik tindak pidana korupsi, utamanya suap yang dilakukan narapidana di Lapas Sukamiskin.
Ia menyebut seharusnya penyimpangan tersebut tidak kembali terulang dilakukan oleh narapidana kasus korupsi ketika menjalani hukuman di Lapas.
"Saya sangat prihatin dengan beberapa kejadian di Sukamiskin sudah menjalani proses pemidanaan di Sukamiskin itu adalah penyimpangan pertama. Seharusnya tidak berulang tetapi ketika berada di Sukamiskin itu timbul penyimpangan kedua," kata Firli kepada wartawan di Lapas Sukamiskin, Rabu 31 Maret 2021.
Menurutnya, perbuatan tersebut membuat sejumlah pihak, baik warga binaan maupun petugas Lapas terpaksa berhadapan dengan hukum guna menanggung perbuatannya.
Dirinya pun berpesan kepada Direktur Jenderal Permasyarakatan Reynhard Silitonga untuk menjaga agar praktik serupa tidak berulang.
"Beberapa waktu lalu cukup saya kira memang itu adl penyimpangan kedua. Jangan sampai kita sudah melakukan penyimpangan pertama berada di lapas terus melakukan penyimpangan kedua," kata dia.
Perlu diketahui, KPK telah melakukan Kegiatan Penyuluhan Antikorupsi bagi narapidana asimilasi. Kegiatan ini telah dilaksanakan di Lapas Sukamiskin pada Rabu 31 Maret 2021.
Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah para narapidana kasus tindak pidana korupsi yang sedang melaksanakan proses asimilasi dan yang masa tahanannya akan segera berakhir.
Kegiatan penyuluhan ini untuk membangun komunikasi dengan para narapidana kasus tindak pidana korupsi untuk tidak mengulangi perbuatannya dan mau ikut serta berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi, sekembalinya di masyarakat.
"Hari ini kita berbagi di dalam rangka memahami apa sesungguhnya itu tindak pidana korupsi," kata Firli.
Menurut Firli, KPK melakukan kegiatan penyuluhan ini sebagai bentuk pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tidak ada kelompok masyarakat yang ditinggalkan dalam program pemberantasan korupsi. Sebab, seluruh masyarakat berperan serta memberantas korupsi.
"Ada tiga kalimat kalau kita berbicara tentang cinta peduli dan berbagi serta rekan-rekan yang saat ini ada di Lapas Sukamiskin kita jangan pernah berhenti untuk saling mencintai. Karena kalau kiya berhenti maka tentu kita akan berhenti untuk peduli," kata Firli.