Kasus Balai Pemuda Beri Pelajaran Berharga Buat Walikota dan Pimpinan DPRD Surabaya
Walikota dan pimpinan DPRD Surabaya memperoleh pelajaran sangat berharga dalam kasus Balai Pemuda. “Rakyatlah yang memberi pelajaran kepada mereka,” kata pakar ekononi dari Universitas Airlangga, Dr. Tjuk Kasturi Sukiadi, Jumat 22 Desember siang, usai sholat Jumat di reruntuhan masjid As-Sakinah, komplek Balai Pemuyda, Surabaya.
Tjuk menilai, para pemimpin Surabaya itu, serta pemimpin-pemimpin lain di negeri ini termasuk para menteri, mereka itu menjadi pemimpin bukan karena kualitas tetapi karena garis tangan. Beda dengan para pemimpin jaman dahulu seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan yang lain.
“Karena menjadi pemimpin hanya karena garis tangan, maka mereka harus banyak belajar kepada rakyat. Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang konon adalah walikota terbaik di dunia juga harus banyak belajar. Hanya karena kurang teliti dan ceroboh, maka terjadilah kesalahan fatal yaitu menghancurkan Masjid As-Sakinah. Demikian juga para pimpinan dewan. Ini adalah pelajaran berharga dari rakyat,” katanya.
Sesuai kesepakatan antara dewan, pemkot dengan para seniman dan aktivis dalam hearing dengan Komisi C hari Kamis 20 Desember lalu, ada empat poin yang akan direalisasikan yaitu masjid As-Sakinah yang sudah terlanjur dibongkar akan dibangun lagi oleh Pemkot lebih besar dan bagus, tidak menjadi satu dengan gedung baru DPRD yang akan dibangun.
Kedua, dua organisasi kesenian yang sejak tahun 1970 berada di komplek Balai Pemuda yaitu DKS (Dewan Kesenian Surabaya) dan BMS (Bengkel Muda Surabaya) tetap berada di Balai Pemuda. Poin lainnya, gedung baru DPRD dibangun di atas bangunan lama DPRD, tidak dibangun dengan menjarah areal kosong Balai Pemuda. Poin terakhir tiga warung yang berada di Balai Pemuda sejak 1969 tidak akan digusur tetapi diberi tempat yang layak.
Hari ini dilakukan sholat Jumat terakhir di reruntuhan masjid As-Sakinah. Di masjid yang dihancurkan tanggal 23 Oktober lalu ini sudah 6 kali diadakan jumatan, yang dikoordinasi aktivis KBRS (Komunitas Bambu Runcing Surabaya) dan Sakera (Satu Kedaulatan Rakyat). Usai solat Jumat diadakan acara sederhana berupa makan bubur merah putih bersama, sebagai tanda syukur bahwa persoalan Balai Pemuda bisa diselesaikan tanpa kekerasan.
Menurut Wawan Herdiyanto, mulai hari ini masjid diserahkan ke Pemkot untuk selanjutnya akan diratakan dengan tanah agar pembangunannya kembali bisa segera dilakukan. “Tetapi kami akan tetap mengawalnya, jangan sampai Pemkot ingkar janji,” katanya.
Hari Kamis malam di reruntuhan masjid Assakinah telah diadakan selamatan yang antara lain dihadiri Ketua DPRD Armuji, Ketua Komisi C Syaifuddin Zuhri, Kepala Dinas Cipta Karya Ery Cahyono serta Kepala Satpol PP Irfan Widyanto, seniman dan aktivis. Sebanyak 12 tumpeng dihidangkan, sementara Armuji dan Syaifuddin Zuhri menyampaikan permintaan maaf.
Tjuk Sukiadi yang juga hadir pada pertemuan Kamis malam menilai, ini ending yang bagus untuk semua pihak. “Kita berharap setelah ini Pemkot lebih memperhatikan kesenian, budaya dan warga yang menderita difabel atau cacat fisik. Ini penting, karena Surabaya minim fasilitas untuk mereka,” katanya.
“Seperti dahulu pernah dikatakan Bung Karno, Pemkot jangan berpikir bahwa rakyat akan sejahtera kalau mereka mampu makan tiga kali sehari. Kalau cuma makan tiga kali sehari saja sejak dahulu sudah dilakukan masyarakat. Tetapi rakyat juga butuh minum seni dan kultur. Itulah yang harus dipikirkan oleh para pengelola kota,” tambahnya.
“Karena itu saya tidak setuju kalau Balai Pemuda itu dikelola oleh UPTD. Kalau yang mengelola UPTD maka dia akan ditarget untuk memperoleh pemasukan. Orientasinya hanya pemasukan. Padahal di manapun di dunia, seni itu harus disubsidi. Dan subsidi itu menjadi beban pemerintah,” kata pakar ekonomi Tjuk K. Sukiadi. (nis)