Kasir KPRI Budi Arta Mojokerto Bantah Tuduhan Tilap Uang Anggota
Karyawan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Budi Artha Mojokerto membantah tudingan penilapan uang simpanan anggotanya. Dugaan itu mencuat, setelah sekitar 280 guru anggota koperasi meminta uang simpanan wajibnya untuk dicairkan. Alasannya, perpindahan status kepegawaian.
Pengurus baru KPRI Budi Arta Mojokerto menduga mantan Ketua Malikan dan kasir koperasi, Wahyu Widyawati menilap uang anggota yang nilainya mencapai Rp 11,197 miliar.
Kasir KPRI Budi Arta Mojokerto Wahyu Widyawati mengatakan, pengurus baru KPRI Budi Arta Mojokerto menuduh dirinya dan ayah kandungnya selaku mantan ketua koperasi mengembat uang simpanan wajib para guru TK, SD, SMP, SMA/SMK dan pensiunan di Kabupaten Mojokerto yang dipotong setiap bulan selama masa kerja mereka.
Wahyu juga dituding memakai uang simpanan mana suka milik 14 anggota KPRI Budi Arta, senilai Rp 2,544 miliar. Dia membantah tudingan itu dengan menunjukkan bukti-bukti yang dimilikinya selama dia menjadi kasir di KP-RI Budi Arta Mojokerto.
Menurut Wahyu, uang simpanan mana suka milik 14 anggota itu harusnya masuk di kas KPRI Budi Arta. Namun, lanjut Wahyu, uang simpanan mana suka milik anggota itu tak diakui oleh pengurus.
"Ini ada anggota, punya simpanan mana suka Rp400 juta tapi diakui sama Ketua 1 cuma Rp100 juta. Yang mengakui Bambang Sutrisno. Rp 300 juta masuk ke saku saya tuduhannya seperti itu. Pak Bambang mengundurkan diri sejak tahun 2019 alasannya sakit," kata Wahyu kepada wartawan saat ditemui di rumahnya Desa Puloniti, Kecamatan Bangsal, Mojokerto, Rabu 31 Agustus 2022.
Tudingan penilapan simpanan mana suka ini tidak hanya sekali saja dituduhkan kepadanya. Sebelumnya, dirinya juga dicurigai menilap uang simpanan mana suka anggota sebesar Rp 600 juta. Akhirnya Malikan selaku mantan ketua dan ayah kandung Wahyu, menggantinya dengan uang pribadi.
"Uang ini sudah masuk, itu dikatakan tidak masuk. Harusnya uang ini ada di kas koperasi, saya punya bukti semua. Itu tidak hanya satu orang saja (tuduhan). Bapak saya tekor tidak bisa dihitung. Makanya kalau audit itu nanti bisa terbukti," ujarnya.
Para anggota baru juga menuding dirinya (Wahyu) melakukan praktik kredit fiktif. Sebanyak 89 anggota yang tercatat dibuku pinjaman diduga tak memiliki hutang.
Terkait tudingan itu, Wahyu menyebut jika semua kredit yang di koperasi ini nyata. Dia menunjukkan bukti-bukti surat perjanjian utang dengan ditandatangani oleh anggota KPRI Budi Arta yang memiliki pinjaman.
"Terkait kredit fiktif, total Rp 4,7 miliar dari 89 anggota. Semua guru PNS yang terdaftar di anggota koperasi. Kenyataannya dia (anggota) mengakui," tegasnya.
Wahyu bersama ayah kandungnya Malikan selaku mantan ketua KPRI Budi Arta Mojokerto dipanggil oleh penyidik Satreskrim Polres Mojokerto pada 18 Agustus 2022, lalu untuk diminta keterangan sebagai pihak terlapor.
Sekitar enam jam, ia menjalani pemeriksaan. Penyidik juga meminta Wahyu, menunjukkan dokumen sebagai bukti. "Kalau saya membuktikan ya saya kasih semua. Saya minta di audit atau minta dipanggil orang-orang yang macet itu," ungkapnya.
Laporan dugaan penggelapan dana KPRI Budi Arta Mojokerto telah diterima Satreskrim Polres Mojokerto pada Juli 2022. Sampai saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan dengan melakukan klarifikasi ke semua pihak.