Kasihan, 8 ABK Kapal Hilang Tidak Terjangkau Asuransi
Di balik kesedihan keluarga seorang anak buah kapal (ABK) yang tewas dan tujuh ABK lainnya yang masih hilang, muncul kekhawatiran lain mereka tidak terlindungi asuransi nelayan. Soalnya, Kapal Motor (KM) Cahaya Bahari Jaya yang diduga tenggelam di perairan Paiton, Kabupaten Probolinggo bertonase di atas 10 gross tons (GT) tepatnya, 19 GT.
“Pihak keluarga dari delapan ABK khawatir mereka tidak mendapatkan klaim asuransi soalnya kapal yang hilang bertonase di atas 10 GT,” ujar Ketua Paguyuban Nelayan Putra Samudra, Mayangan, Hambali, Selasa, 23 Oktober 2018.
Sisi lain, para ABK itu merupakan tulang punggung keluarga yang notabene dari keluarga miskin. Termasuk, Moh. Rohim (56), ABK yang ditemukan tewas di Pantai Jumingan, Pamekasan, Minggu, 21 Oktober 2018. “Rohim almarhum dari keluarga miskin, rumah masih ngontrak. Dia tulang punggung keluarga, harus menghidupi seorang istri dan empat anaknya,” ujar Suri, kakak kandung Rohim.
Suri berharap, ada asuransi yang menyantuni keluarga korban yang tinggal di Jalan Ikan Kakap, Gang Masjid, Kelurahan/Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo. “Kasihan kelurga yang ditinggalkan kalau sampai tidak ada asuransi,” ujarnya.
Soal tiadanya jangkauan santunan asuransi terhadap ABK KM Cahaya Bahari Jaya dibenarkan Kepala Bidang Pengembangan Usaha pada Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kota Probolinggo, Trilia Yuliana. “Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, asuransi hanya untuk nelayan kecil dengan kapal bertonase di bawah 10 GT. Sedangkan kapal KM Cahaya Bahari Jaya bertonase 19 GT," ujarnya.
Solusinya, Trilia menyarankan, pemilik kapal, Matari, warga Mayangan, Kota Probolinggo segera mengurus asuransi melalui BPJS Ketenagakerjaan. Memang bisa dikatakan terlambat soalnya, seorag ABK (Rohim) sudah tewas dan dimakamkan.
Tetapi masih ada harapan terkait tujuh ABK lain, yang kini masih dalam proses pencarian. “Jadi sebaiknya secepatnya urus BPJS Ketenagakerjaan untuk ABK,” ujarnya.
DKP juga berencana mengajukan Peraturan Daerah (Perda) agar bisa melindungi ABK dengan kapal-kapal di atas 10 GT. “Tetapi masih baru rencana, belum tahun kapan terwujud,” kata Trilia.
Asal diketahui saja, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indoneisa Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, nelayan mendapatkan Bantuan Premi Asuransi Nelayan dari pemerintah.
Namun, bantuan ini hanya berlaku untuk nelayan yang memenuhi syarat antara lain, memiliki kartu nelayan, berusia maksimal 65 tahun, menggunakan kapal berukuran paling besar 10 GT, belum pernah mendapatkan bantuan program asuransi dari pemerintah.
Program Bantuan Premi Asuransi Nelayan ini tidak berlaku bagi nelayan yang bekerja di kapal di atas 10 GT. Asuransi menjadi tanggungjawab pemilik kapal atau yang mempekerjakan karena nelayan golongan ini sudah dianggap sebagai pekerja.
Sisir Perairan Paiton
Terkait masih hilangnya tujuh ABK KM Cahaya Bahari Jaya, Selasa, 23 Oktober 2018 pagi tadi, tim gabungan menyisir perairan Paiton, Kabupaten Probolinggo. “Kami menyisir perairan Paiton karena kontak terakhir ABK dengan pemilik kapal mengabarkan, kapal berada di perairan Paiton,” ujar anggota Keamanan Laut Terpadu wilayah Mayangan, Kota Probolinggo, Pelda Choirul.
Tim gabungan terdiri atas unsur Basarnas, Kamladu, dan para nelayan. Mereka menggunakan dua kapal yang berangkat sejak Selasa dinihari.
“Sengaja melakukan penyisiran pagi hari karena kondisi laut biasanya tenang sehingga memudahkan pencarian,” ujar Choirul.
Seperti diketahui, KM Cahaya Bahari Jaya yang dinakhodai Windi Budianto (34) membawa serta tujuh ABK berangkat melaut, Kamis malam, 18 Oktober 2018 lalu. Sesuai jadwal, seharusnya kapal nelayan itu sudah berlabuh di Pelabuhan Perikanan Mayangan (PPM) Probolinggo, Minggu, 21 Oktober 2018.
Kenyataannya, hingga Minggu kapal itu tidak juga datang. Justru datang kabar duka, ditemukan seorang ABK bernama Moh. Rohim (56) tewas di Pantai Jumingan, Pamekasan, Minggu pagi. Sementara tujuh ABK lain yakni, Windi (nakhoda), Wahyu, Samsul, Iwan, Giman, Marwan, dan Tomi masih hilang.
Sabtu, 20 Oktober 2018 lalu, di antara ABK itu masih sempat kontak (telepon) dengan Matari, pemilik kapal. “Saat itu ada ABK menelpon, memberi tahu posisi kapal di perairan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Setelah itu hilang kontak hingga sekarang,” kata Matari. (isa)