Karyawan hanya 7 Orang, Erick Thohir Akan Bubarkan BUMN PT PANN
Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) yang sudah direncanakan Menteri BUMN Erick Thohir pada 2020 lalu.
Restu pembubaran itu tercermin dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2023, ditandatangani 23 Desember 2022.
"Pengaturan mengenai Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Pengembangan Armada Nasional oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Keppres 25/2022 tersebut pada Selasa 27 Desember 2022.
Peraturan yang bakal diterbitkan untuk memayungi pembubaran sudah disusun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Pengembangan Armada Nasional.
Sementara, dasar pembentukan aturan pembubaran ini adalah pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN yang akan diprakarsai oleh Kementerian BUMN.
Pada 2020 lalu, Erick Thohir memang gencar menyatukan hingga membubarkan BUMN yang serupa dan bermasalah atau rugi. Salah satunya yang direncanakan dan masuk dalam daftar pembubaran ataupun merger adalah PT PANN.
Apalagi, PANN disebut sebagai perusahaan rugi dan dengan jumlah karyawan hanya 7 orang termasuk direksi dan komisaris. Karenanya, pada saat itu Erick berencana menyatukan perusahaan tersebut dengan holding perhotelan.
"Disebutkan Komisi VI, PANN pegawainya 7 orang dan punya dua bisnis hotel. Jadi, bisnis hotel itu bagi hasil dengan mitra menjadi uang, kemudian digunakan buat kegiatan," kata dia.
Perluasan yang dimaksud adalah fungsi dari Kementerian BUMN untuk melikuidasi dan merger perusahaan yang masuk dalam kategori dead weight alias sekarat.
Selain merger PANN, Erick juga membeberkan dua perusahaan BUMN yang akan ditutup alias likuidasi. Keduanya berstatus sekarat.
"Jadi kalau memang tidak ada pilihan, mohon maaf dengan segala kerendahan hati, kalau harus dilikuidasi ya memang harus dilikuidasi. Kalau tidak, akan menjadi beban berkelanjutan yang akhirnya tidak ada jalan keluar," kata Erick