Karomah Wali, Petuah Kiai As'ad Syamsul Arifin dan Santri Alim
Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Asembagus Situbondo, Jawa Timur, merupakan oase keilmuan pesantren yang legendaris. Didirikan KH Syamsul Arifin, namun berkembang pesat ketika dipimpin KH As'ad Syamsul Arifin.
Kiai As'ad Syamsul Arifin adalah santri Syaikhona Kholil Bangkalan, yang menjadi perantara dan inisiator berdirinya Nahdlatul Ulama, ketika mengantarkan tasbih kepada Hadlatussyaikh KH Hasyim Asy'ari di Tebuireng Jombang.
Kini, Pesantren tersebut diasuh KH Achmad Azaim Ibarahimy, dan setiap tahun menggelar Haul Masyayikh dan Haul KH As'ad Syamsul Arifin. Meski letaknya jauh dari kota, namun menjadi pusat perhatian dunia Islam, khususnya di kalangan pesantren dan Nahdlatul Ulama.
Konon, ada santri yang ingin mondok ke Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Karena tertarik pada petuah KH As'ad Syamsul Arifin.
Pesan dan petuah ini memang populer di tengah masyarakat terutama para santri senior. Dauh yang sering disampaikan oleh kyai As'ad adalah "Santri saya yang mondok selama empat tahun tidak pernah pulang sama sekali dan taat aturan pesantren, maka saya jamin pasti alim."
Namun dalam pikirannya mana mungkin dia bisa alim hanya ditempuh empat tahun? Karena dia merangkap sekolah umum (SMA) di sore hari.
Akhirnya dia ingin berhenti sekolah umum ingin fokus Madrasah Diniyah dan kitab kuning karena kemungkinan yang dimaksud Kiai As'ad itu seperti santri dulu yang hanya fokus pada kitab saja.
Namun, sayang orang tuanya tidak memberi izin untuk berhenti sekolah umum. Tentunya hal ini membuat tambah bingung walaupun tetap rajin mengaji kitab kuning. Akibatnya pikirannya bertambah ragu tak mungkin bisa alim. Apalagi di SMA banyak pelajaran yang harus dikuasainya.
Pada suatu ketika ada pengurus pesantren memberi pengarahan kepada semua santri yang isinya di antaranya kalau ingin santri sukses disamping rajin dan mengikuti peraturan pesantren juga harus menyambung rohani ke Asta walaupun hanya baca Alfatihah saja dengan syarat harus istiqamah. Pengarahan itu dia nyambung ke Asta dengan istiqamah walaupun sebentar.
Singkat cerita, setelah mondok hampir genap empat tahun tidak pulang ke rumahnya dia bertanya dalam hatinya: "Saya sudah hampir genap empat tahun kok tidak ada tanda-tanda alim."
Akhirnya genap empat tahun, persis hari Jumat pukul 9 pagi tidur qailulah di kamarnya bermimpi bertemu Nabi Khidir as bergamis hijau di pintu gerbang Timur pesantren dan mencium tangannya. Dalam mimpinya, tangan Nabi Khidir as sangat halus sekali lalu dan sulit dilupakan lalu terbangun sudah pukul 11 mau ke Jumatan.
Setelah dia merasa sejuk pikirannya seakan ada hijab yang terbuka dalam keilmuan setelah bermimpi tersebut.
Kemudian pada waktu Isya' dia ikut pengajian kitab Iqna' di musholla putra, dia merasakan sekali bahwa kitab yang dibaca oleh Kiai Fulan sangat mudah tidak seperti sebelumnya bahkan kitabnya tidak diberi makna.
Ternyata betul genap empat tahun dia merasa mudah dan ingat apa yang pernah dibacanya selama mondok di Sukorejo.
Hal ini jelas merupakan kebenaran yang nyata yang mungkin sulit dinalar akal. Karena itu jelas bahwa pesan dan petuah KH As'ad Syamsul Arifin. Ini bukan takhayul dan khurafat.
"Tetapi sebuah fakta riil yang disebut dengan kebenaran mistik atau epistemologi 'irfani (ilhamy) yang tidak dimiliki oleh peradaban Barat," tutur Nawawi Thabrani, sang sahibul cerita ini.
Kemapanan pesantren dan NU di Indonesia sebenarnya tidak lepas dari pengaruh epistemologi 'irfani yang dibangun oleh kyai NU. Karena itu, ulama sufi mengatakan:
الالهام حجة شرعية
" Ilham adalah hujjah syar'iyah."
Dikisahkan Nawawi Thabrani, di Situbondo, 12/05/2020.