Karomah Wali, Habib Ja'far Al-Kaff Menguji Kewalian Kiai Hamid
Tiada seorang mengenal wali kecuali wali. Setiap Rasul pasti mengandung sifat kerasulan, kenabian, dan juga kewalian. Hanya saja setelah khatamul anbiya Nabi Muhammad SAW, sifat kenabian dan kerasulan sudah tertutup. Pintu yang masih terbuka hingga kini adalah kewalian.
Sifat kewalian inilah yang masih ada di tengah-tengah kita. Namun bagi manusia biasa akan sulit melihat kewalian seseorang karena yang tampak biasanya hanya sisi basyariahnya saja. Adapun hanya seorang wali Allah saja yang mengetahui sesama wali lainnya.
Imam Al-Ghazali pernah ditanya tentang seorang guru Mursyid yang tidak lain adalah seorang Wali Allah. Al Ghazali berkata, “Menemukan Guru Mursyid itu, lebih mudah menemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita”.
Kita bisa bayangkan seperti apa sulitnya menemukan sebatang jarum ditengah padang pasir di gelap gulita. Namun ungkapan Al-Ghazali yang digelar sebagai “Hujjatul Islam” ini malah sebaliknya. Ungkapan ini ternyata tidaklah berlebihan, karena ternyata dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt juga mengatakan tentang Wali-Nya:
Dalam hadits Qudsi, “Allah berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq Hidayah-Nya”
Kemudian Abu Yazid al Busthami juga mengatakan: “Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya“.
Karomah Wali, Kisah Hikmah
Memang, hubungan antara para wali Allah sungguh sangat dekat. Salah satunya hubungan Mbah Hamid Pasuruan dan Habib Ja’far bin Muhammad Al-Kaff, asli Kudus. Habib Ja’far dikenal sebagai habib yang jadzab penuh karomah, demikian pula Mbah Hamid Pasuruan.
Khaulah binti Husaini menulis tentang Habib Ja'far Al-Kaff dan Mbah Hamid Pasuruan. Suatu ketika, Mbah Hamid Pasuruan masih hidup, kebiasaan Habib Ja’far al-Kaff adalah jalan-jalan dan menginap di rumah yang jelek. Kali ini beliau ingin mampir di sebuah rumah jelek di daerah Pasuruan.
Setelah dipersilakan tuan rumah, Habib Ja’far mendapati salah satu penghuni rumah akan melahirkan. Dinanti satu jam, dua jam lebih sang bayi belum mau keluar juga. Akhirnya Bidan memvonis, “Kandungan ini harus dioperasi!” Seketika seluruh penghuni rumah sedih bukan kepalang.
“Duh Gusti, uang dari mana lagi. Untuk makan saja susah,” keluh salah satu penghuni rumah.
Lalu Habib Ja’far al-Kaff berkata, “Ini daerah Pasuruan kan?”
“Iya,” jawab mereka.
“Kalau memang Mbah Yai Hamid benar-benar seorang wali, maka sebentar lagi beliau pasti akan datang di daerah yang merupakan kekuasaannya ini.”
Tak butuh lama, tiba-tiba dari arah depan pintu ada orang yang mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum…” Semuanya bergegas menyambut. Dan ternyata yang datang adalah Mbah Yai Hamid dengan bungkusan plastik berisi air putih di tangannya.
Setelah bersalaman dan berangkulan dengan Habib Ja’far, Mbah Hamid berkata, “Ini Yek pesanan njenengan. Langsung diminumkan saja, InsyaAllah sembuh.” Lalu beliau langsung pamit. Air putih itu kemudian diminumkan ke ibu hamil. Seketika dengan lancarnya sang jabang bayi keluar, dan tidak jadi dioperasi.
Demikian dikisahkan Habib Umar al-Muthahar yang waktu itu ikut menemani Habib Ja’far al-Kaff.