Karmin Disebut Haram, Pewarna dari Serangga Zaman Suku Aztec
Karmin sedang naik daun. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PBNU) Jawa Timur melalui badan otonom Lembaga Bahtsul Masail (LBM), menegaskan bahan karmin haram dan najis. Karmin dikenal sebagai bahan pewarna hewani yang telah digunakan ratusan tahun.
Pewarna Hewani
Karmin berasal dari spesies serangga bernama Dactylopius coccus Costa. Serangga cochineal ini banyak dibiakkan di Peru dan Kepulauan Canary dilansir dari laman Draxe.
Salah satu literatur menyebut pewarna ini digunakan sejak tahun 1.500 oleh suku Maya dan Aztec. Masa di mana tak banyak alternatif zat pewarna.
Namun kini, serangga penghasil karmin diternak sedikitnya oleh 32 ribu petani di Peru, menurut data kedutaan Inggris di Peru per tahun 2018. Mereka memasok 95 persen kebutuhan pasar internasional atas karmin.
Cara Membuat Karmin
Karmin hanya dibuat dari serangga betina, bukan serangga jantan yang punya sayap dan bisa terbang. Serangga betina tersebut dipanggang di terik matahari, kemudian dihancurkan. Selanjutnya serangga direndam dalam cairan asam untuk memproduksi asam karmin. Warnanya merah menyala dan kemudian diawetkan menggunakan borax atau zat kimia lain.
Warna merah itu disebut sebagai ekstrak karmin dan digunakan sebagai warna alami di berbagai produk makanan dan kosmetik.
Dibutuhkan sedikitnya 70 ribu serangga untuk menghasilkan 1 pon sekitar 500 gram serbuk warna. Zat warna ini tetap membawa protein hewani, di manapun ia digunakan.
Zat Warna Makanan dan Kosmetik
Kini, jutaan serangga yang hidup di kaktus itu dibiakkan dan kemudian dihancurkan untuk menghasilkan zat warna yang disebut lebih terang dan stabil dari berbagai pengaruh salah satunya cahaya dan panas.
Karmin kini menjadi bagian dari rantai industri makanan dan kosmetik global. Digunakan di berbagai produk makanan seperti permen, es krim, kue, jus, burger, saos, yogurt, serta produk kosmetik seperti lipstik, eyeshadow, sampo rambut, dan pelembab.
Diprotes Vegetarian
Meski diklaim sebagai zat warna yang lebih aman dibanding zat warna kimia, ada banyak protes terkait penggunaan karmin di produk makanan atau kosmetik. Dilansir dari BBC, mereka meminta agar produsen memberikan label informasi bila menggunakan pewarna karmin.
Sedangkan di Uni Eropa, kode E120 digunakan pada produk yang menggunakan karmin. Komunitas vegetarian banyak mendesak agar produsen memberikan informasi serta menghentikan penggunaan zat dari binatang.
Raksasa kafe kopi dunia Starbucks mengumumkan menghentikan menggunakan karmin dan menggantinya dengan lycopene, zat pewarna ekstraksi dari tomat, di tahun 2012. Langkah itu diambil setelah muncul protes dari konsumennya, agar berhenti menggunakan karmin di produk es kopi mereka.
Advertisement