Karena Sakit, Pria Ini Dipecat Tanpa Pesangon
Supriyono (54), warga Desa Purwoasri, Kecamatan Singosari, Kota Malang, menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak tanpa sepeser pun pesangon.
PHK tersebut dilakukan oleh Adi Sriono selaku pemilik Bengkel Bubut Sahabat tempat Supriyono bekerja.
Kuasa Hukum Supriyono, yakni Edi Rudianto, mengatakan bahwa kliennya mengalami PHK secara sepihak.
"Klien kami di-PHK tanpa melalui proses yang benar menurut Undang-Undang. Ditambah lagi karyawan dalam kondisi sakit. Jelas hal ini telah melanggar prinsip kemanusiaan dan UU Ketenagakerjaan, sehingga kami juga telah melaporkan perkara ini ke Polres Malang Kota," ujarnya pada Selasa, 22 Oktober 2019, kemarin.
Kondisi sakit yang berujung pada PHK ini, menurut Edi, menjadi ironi karena Undang-Undang tidak memperbolehkan perusahaan memecat seorang pekerja lantaran sakit selama beberapa hari.
Dalam UU Ketenagakerjaan sendiri disebutkan, bahwa PHK dapat dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja disebabkan beberapa hal antara lain, yaitu PHK karena kesalahan berat yang diatur dalam pasal 158 ayat 3, PHK karena pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib (Pasal 160 ayat 1), PHK karena mangkir (pasal 162), PHK karena perusahaan tutup (pasal 164 ayat 1).
"Lalu bagaimana dengan pekerja yang di-PHK karena sakit selama beberapa hari, menurut pasal 93 ayat 2 pengusaha tetap wajib membayar upah apabila pekerja sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaannya," terangnya.
Ia menambahkan, menurut pasal 153 ayat 1 huruf a UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap pekerja karena sakit terus-menerus selama tidak melampaui 12 bulan. Apabila dilakukan, maka PHK batal demi hukum.
"Apabila perusahan melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 93 ayat 2, maka dikenakan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 186 ayat 1 dengan penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp 10 juta rupiah dan paling banyak Rp 100 juta rupiah," tegasnya.
Persoalan PHK ini menurut Edi, menjadi problem tersendiri bagi para pekerja. Sebab menurutnya, ketika PHK dilakukan oleh perusahaan, seorang pekerja tidak dapat lagi berkerja. Tentu saja akan berimbas pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, serta masa depan anak-anaknya.
"Padahal hak memperoleh pekerjaan merupakan hak konstitusional bagi warga negara. Hal ini ditegaskan dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1949 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Kemudian ditegaskan kembali dalam pasal 5 dan 6 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan," ujarnya.
Untuk diketahui, Supriyono sendiri sudah bekerja di Bengkel Bubut Sahabat sejak tahun 2004. Ia diketahui sakit asam urat mulai Senin 29 November 2018.
Oleh sebab itu ia memutuskan untuk pulang dan dirawat di Rumah Sakit Marsudi Waluyo dengan biaya sendiri karena tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
"Dalam kondisi sedang sakit asam urat yang terbilang kronis, Supriyono mendengar kabar dari temannya bahwa ia telah di-PHK. Dalam hal ini, juga tidak ada pembicaraan mengenai penghitungan pesangon," ujar Edi.
Sementara itu, laporan mengenai PHK sepihak ini juga sudah dilayangkan ke Polresta Malang.
Kasat Reskrim Polres Malang Kota AKP Komang Yogi Arya Wiguna menyebut bahwa perkara ini masih didalami oleh penyidik.
"Masih kami periksa dulu (berkasnya) untuk dikembangkan kasusnya" tutupnya singkat.