Karena Empati, Tengah Malam Gus Ipul Diam-diam ke RS Dr. Soetomo
Tengah malam jelang dini hari hari Selasa 15 Mei, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul bezuk dua korban ledakan bom yang masih dirawat di ICU RS Dr. Soetomo. Kedua korban itu masing-masing Aiptu Ahmad Nurhadi dan Giri Catur Sungkono, petugas keamanan gereja di Jl. Arjuno.
Gus Ipul datang hanya berdua dengan sesprinya, Adul Hakim. Tidak ada orang lain karena memang dia ingin menunjukkan empati, simpati dan keprihatinan atas apa yang terjadi di Surabaya dalam dua hari ini.
“Kunjungan saya ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pilkada. Saya sebagai warga Jawa Timur, sekaligus sebagai wakil gubernur yang sedang cuti. Karena itu saya memilih waktu tengah malam serta datang sendirian hanya didampingi sespri,” katanya.
Datang dengan bersarung dan berpeci, Gus Ipul masuk ke ruang ICU melalui IGD, di mana beberapa pasien sedang dirawat. Tidak ada penyambutan karena memang sebelumnya tidak ada pemberitahuan. Tetapi para pasien dan keluarga pasien yang berada di ruang IRD tahu siapa yang datang, segera saja mereka menyapa Gus Ipul.
Di ruang ICU, ada 8 pasien dua diantaranya adalah korban ledakan bom. Aiptu Ahmad Nurhadi, yang sedang dijaga istrinya, Nunung Ivana, minta doa pada Gus Ipul. Gus Ipul pun membesarkan hati Ahmad Nurhadi, yang sedang berjaga di pos depan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jl. Ngagel Madya Utara ketika bom meledak hari Minggu 13 Mei lalu.
“Saya doakan Pak Ahmad cepat sembuh dan segera pulih. Pak Ahmad orang hebat. Kita semua bangga pada Pak Ahmad. Kepada Bu Nunung, yang sabar, semua ini adalah cobaan. Pak Ahmad dan Bu Nunung adalah pasangan yang luar biasa. Saya datang kemari karena khusus untuk menyampaikan keprihatinan sekaligus kebanggaan saya pada Pak Ahmad dan Bu Nunung,” kata Gus Ipul.
Aiptu Ahmad Nurhadi terkena pecahan bom yang menembus mata, serta beberapa pecahan yang lain menembus badan, tangan dan kaki. Setelah menjalani operasi, kesadarannya berangsur pulih dan dapat berdialog.
Di sebelah Aiptu Ahmad, dirawat Giri Catur Sungkono, petugas keamanan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jl. Arjuno didampingi istrinya, Sariati. Kondisi Giri menurut dokter jaga lebih parah dibanding Aiptu Ahmad, karena 80 persen tubuhnya terluka bakar.
“Astaghfirullah,” rintih Giri Catur ketika ranjang rawatnya didatangi Gus Ipul. Gus Ipul agak terkejut. Dia tidak mengira bahwa Giri yang sudah 21 tahun bekerja di gereja ini beragama Islam. “Inilah kebersamaan yang indah dan harus diapresiasi. Penjagaan gereja dipercayakan kepada seorang muslim, tetapi yang merusak malah orang yang mengaku muslim. Ajaran muslim mana yang memerintahkan pengrusakan semacam itu? Tidak ada,” jawab Gus Ipul sendiri.
Menurut dokter jaga, kondisi Giri Catur juga berangsur pulih, tetapi butuh waktu agak lama karena luka-lukanya juga cukup berat. Untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan penderita, maka secara rutin dia harus disuntik obat penenang.
Gus Ipul membesarkan hati Giri Catur, serta istrinya Sariati. “Saya bangga pada Pak Giri dan Bu Sariati. Mudah-mudahan Pak Giri segera sembuh dan dapat kembali bertugas menjaga kebersamaan,” kata Gus Ipul yang dijawab Giri Catur dengan rintihan-rintihan kecil.
Keluar dari ICU dan turun melalui IRD, kembali Gus Ipul melewati jajaran pasien yang sedang mendapat perawatan karena berbagai penyakit. Satu per satu para pasien dan keluarganya disapa. Ada pasien yang secara khusus minta didoakan, bahkan ada juga yang minta foto bersama. Semua dilayaninya.
“Tengah malam seperti ini berkunjung ke rumah sakit, sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik. Ini adalah panggilan kemanusiaan, dan itu lebih penting dibanding urusan politik,” katanya sebelum masuk ke mobil yang dikemudikan Abdul Hakim. (nis)