Karena Banteng (mungkin) Biasa Dianggap Enteng
Banteng apa Sapi Alas. Sapi Alas apa Banteng. Bingung kan? Jangan bingung, sebab itu hanya penamaan lokalitas yang disematkan oleh masyarakat lokal.
Banteng punya nama lain sebagai Bos Javanicus. Nah, orang Jawa, menyebutnya, sebagai Sapi Alas. Beberapa suku di Kalimantan menyebutnya sebagai Klebo dan Temadu.
Sejumlah ahli dalam beberapa buku menyebut Sapi Alas masuk dalam klasifikasi mamalia dan masuk dalam famili bovidae dan sub famili bovinae. Memiliki subspecies di Jawa dan Bali yaitu B. javanicus javanicus, di Kalimantan B. javanicus lowi, dan di Asian mainland B. javanicus birmanicus. Pendeknya, banteng adalah mamalia bernilai dan sudah seharusnya masuk dalam ranah perlindungan.
Seperti dicatat dalam banyak literasi, di Jawa Timur, populasi banteng hidup di Taman Nasional Alas Purwo, Baluran, dan Meru Betiri. Di luar kawasan konservasi mereka hidup hutan Perum Perhutani dan juga di perkebunan rakyat. Fakta inilah yang membuat populasi Bos Javanicus ini rawan terhadap ancaman kepunahan seperti yang dimaksud dalam endangered species itu.
Kerawanan dan ancaman ini membuat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur selaku UPT Teknis KSDAE sudah barang tentu tak bisa tinggal diam. Balai ini mengusung program site monitoring dan ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai site monitoring habitat banteng.
Habitat banteng yang berada diluar kawasan konservasi di wilayah Jawa Timur berada di Perkebunan Treblasala, Hutan Lindung Londo Lampesan dan Hutan Lindung Lebak Harjo.
Baseline data tahun 2013 menyebut, jumlah banteng pada tiga site monitoring itu berjumlah 50 ekor. Namun jumlah mereka makin tahun semakin tajam jumlah penurunannya.
Tahun 2017 misalnya, populasi banteng di tiga site monitoring itu hanya berhasil mencatat 20 ekor saja.
Bila diperinci yang ada Perkebunan Treblasala berjumlah 17 ekor, Hutan Lindung Londo Lampesan 3 ekor, sementara di Hutan Lindung Lebakharjo teridentifikasi kosong.
Sebelumnya, di tahun 2016 dicatat ada kenaikan populasi sebanyak 2 ekor. Jumlah ini coba dibandingkan dengan baseline data tahun 2013, populasi banteng saat ini jauh berkurang.
Penurunan ini jelas memprihatinan bukan? Persoalan menjadi dilematis manakala para sapi alas itu melebar di luar kawasan konservasi. Konsekuensinya; banteng dianggap hama bagi perkebunan karena memakan kakao yang ditanam.
Kemungkinan adanya konflik terbuka antara satwa banteng dengan manusia tentu tak dapat dihindarkan. Sebab, banteng merambah ke lahan milik warga. Di luar itu, masih adanya perburuan liar di wilayah perkebunan maupun di hutan lindung.
Boleh jadi, penurunan populasi yang terdata, terdapat kekeliruan dalam pendugaan populasi karena metode yang digunakan adalah metode tidak langsung. (bersambung)