Karen Armstrong; Ditasbih Jadi “Duta Islam“ di Barat
Oleh: Ady Amar
"Dalam Islam, muslim telah mencari Tuhan di dalam sejarah. Kitab Suci al-Qur'an memberi mereka misi historis. Setiap muslim mesti menyelamatkan sejarah, dan itu berarti bahwa unsur-unsur negara bukan gangguan terhadap spritualitas, tapi merupakan instrumen agama itu sendiri."
Itulah sepenggal kalimat dari Karen Armstrong, perempuan non muslim dan mantan biarawati, yang menulis banyak buku-buku tentang Islam dan Peradaban Barat-Timur dengan amat baik.
Sepenggal kalimat itu saya temukan pada Pengantar bukunya yang relatif tipis dibanding buku-buku lain yang ditulisnya, Islam: A Short History.
"Sepintas Sejarah Islam" bukunya ini, meski "sepintas", tapi amat berisi dan kuat akan tinjauan nilai historis. Dimulai saat Nabi Muhammad menerima wahyu al-Quran (610 M) dan seterusnya, Masa Umayyah, Abbasiyah sampai pada Gerakan-gerakan Esoterik, Perang Salib, dan seterusnya. Lalu, mengangkat pula Tokoh-tokoh Utama dalam Sejarah Islam.
Sungguh cakupan yang begitu luas, disajikan dengan amat runtut, dan data-data penunjang yang valid menjadikan, tidak saja buku ini, tapi setiap buku yang ditulisnya sulit ditemukan kekurangannya.
Islam: A Short History ini, sepertinya dibuat untuk "konsumsi" Barat, yang memang perlu melihat Islam dan perjalanan sejarahnya secara runtut, detail, dan apa adanya. Menyajikan Islam dari masa ke masa, baik kejayaannya maupun kejatuhannya dengan apa adanya. Semua diungkap dengan gamblang, tentu dengan data-data penunjang.
Sejujurnya, buku ini juga amat relevan dikonsumsi dunia Timur (Islam), karena tampaknya belum ada buku sejenis yang dihadirkan dengan pembahasan "sepintas sejarah Islam" dengan amat baik dan komprehensif.
"Duta Islam" Tanpa Diminta
Karen Armstrong, tinggal di London, Inggris. Penulis buku produktif. Terbilang hampir semua karyanya masuk kategori best seller. Sebagian besar karyanya diterjemahkan dalam edisi Indonesia, juga terbilang "laku keras".
Diantaranya, Sejarah Tuhan ( History of God), Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis ( Muhammad: A Biography of the Prophet), Jerusalem, Satu Kota Tiga Iman ( Jerusalem: One City, Three Faiths) dan beberapa lainnya.
Karen menulis karya-karyanya dengan kritis dan jujur. Menulis apa adanya, sesuai data-data penunjang hasil observasinya, sehingga yang tampil adalah Islam dengan "pakaian" apa adanya.
Jika ia temukan ajaran menyimpang, ia akan katakan bahwa itu bukan ajaran Muhammad. Ia akan kembalikan semuanya pada sumbernya. Dan ia akan katakan, bahwa itu penyimpangan, atau ajaran yang disimpangkan oleh pemeluknya oleh berbagai sebab.
Pandangan obyektifnya itu, dianggap, seolah Karen tengah membela Islam. Karenanya, Karen termasuk dalam jajaran utama non muslim yang paling tidak disuka non muslim di dunia Barat. Atau, Nasrani yang paling tidak disuka oleh Nasrani sendiri. Tapi bagi Islam, Karen merupakan duta yang efektif mengenalkan Islam dan ajarannya di Barat dengan amat baik.
Meski non muslim, Karen bisa berbicara dengan bahasa kejujuran, dan itu bahkan, menyasar, "mengoreksi" historisasi agama yang dipeluknya sebagai "cacat" sejarah.
Tidak ada yang ditutupinya. Semuanya seolah terang benderang. Itu bisa dilihat dalam karyanya Jerusalem, dalam Bab "Perang Salib", sebagaimana Karen menuliskan tentang sikap-sikap manusiawi muslim saat kemenangan dalam Perang Salib Kedua, dibawa pasukan yang dipimpin Saladin (Salahuddin al-Ayyubi), dan karenanya menduduki Jerusalem tanpa ada darah Nasrani yang tertumpah. Tidak ada balas dendam Muslim atas Nasrani, atas kekalahannya, pada peristiwa Perang Salib Pertama.
Tidak setetes pun darah Nasrani yang berceceran. Tidak sebagaimana sebelumnya, saat kaum kristiani menduduki Jerusalem dalam Perang Salib Pertama, dengan suasana yang dihadirkan berkebalikan: pembantaian atas muslim yang begitu mengerikan.
Ia menulis, "Jalan-jalan bersimbah darah dalam arti yang sesungguhnya... Tumpukan kepala, tangan dan kaki dapat terlihat... Orang-orang Muslim dibersihkan dari Kota Suci, seolah-olah mereka adalah orang-orang hina."
Kekuatan karya-karya yang dihasilkannya, disamping penyertaan data-data penunjang, adalah penyajiannya yang menarik--seolah sejarah itu baru kita baca--dan tentu, dengan ilustrasi yang melimpah.
Obyektif dalam menulis sejarah, itu bukan pekerjaan mudah. Butuh seseorang dengan kejujuran tinggi, dan tentu tidak menghadirkan sejarah yang berpretensi dengan misi tertentu. Karen mampu keluar dari jebakan subyektivitas sempit, dan karenanya menghadirkan sejarah secara manusiawi.
Karen Armstrong memang "duta Islam" utama di Barat, tentu tanpa muslim memintanya. Berselancar dengan begitu baiknya, meski ia (tetap) memeluk agama ibunya. Tidak masalah. Karenanya, ia ditasbih sebagai anggota kehormatan Association of Muslim Social Sciences. Dan, itu sangat pantas buatnya.**
*Ady Amar, penikmat dan pemerhati buku, dan Owner Risalah Gusti, tinggal di Surabaya.