Kapolsek di Sulteng Perkosa Perempuan, Menteri Perempuan Bersuara
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyebut pemerintah mengawal kasus dugaan tindak perkosaan yang dilakukan Kapolsek Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.
Kawal Kasus
Menteri PPPA menyebut jika tindakan yang dilakukan oleh sosok polisi itu merendahkan harkat dan martabat perempuan. Dalam siaran tertulisnya, ia juga menyatakan jika dinas pengampu urusan pemerintahan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak akan mengawal kasus tersebut. Sedangkan proses hukumnya dipercayakan kepada aparat kepolisian.
"Saya meyakini bahwa kasus ini akan ditangani hingga tuntas oleh pihak kepolisian," katanya dikutip dari detik.com, Rabu 20 Oktober 2021.
Ia juga mendorong agar ada pendampingan terhadap korban serta meminta agar proses penyelesaian kasus mengutamakan kepentingan korban. "Penanganan yang dilakukan akan mempertimbangkan prinsip perlindungan dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban," lanjutnya.
Minta Pasal Berlapis
Dalam kesempatan yang sama, Bintang juga meminta agar Kapolsek Parigi diberikan sanksi tegas sekaligus lebih berat.
Bintang merujuk sanksi etik dengan ancaman tertinggi melalui sidang Komisi Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia yang tertuang dalam pasal 11 huruf a jo dan pasal 12 ayat (1) huruf a PP Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada saat yang sama, ia juga mengapresiasi tindakan tegas Polda Sulawesi Tengah yang segera mencopot jabatan terduga pelaku dari kapolsek agar proses pemeriksaan berjalan lancar.
Korban Laporkan Kasus ke Polda Sulteng
Sementara, Kuasa hukum keluarga korban dugaan pemerkosaan oknum kapolsek menyatakan pihak korban tidak mau berdamai dengan terduga pelaku.
Pihak korban juga melaporkan kasus tersebut kepada Polda Sulteng dan ingin agar polisi mengusut kasus secara pidana.
"Tidak ada kata 'damai'. Proses hukum harus terus jalan. Kami mendampingi korban dan keluarga melaporkan ke Polda Sulteng atas dugaan tindak pidana pelecehan seksual dan tipu muslihat," kata Andi Akbar, dilansir Antara, Rabu 20 Oktober 2021.
Ia juga menyatakan jika keluarga korban tidak hanya ingin pelaku dipecat, tetapi juga mendapat hukuman setimpal atas perbuatan asusila pada anak tersangka.
Sedangkan, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sulteng Kombes Pol Didik Suparnoto mengatakan saat ini pemeriksaan di Propam Polda Sulteng masih terus berjalan dan telah memeriksa sejumlah saksi mulai dari pihak keluarga korban, korban, hingga pengelola hotel tempat keduanya berbuat asusila.
Sementara terduga pelaku sudah dicopot dari jabatannya dan kini ditempatkan di Pelayanan Masyarakat (Yanmas) Polda Sulteng.
Kronologi Peristiwa
Peristiwa memalukan ini mencuat setelah korban berinisial S, 20 tahun, bertutur kepada media lokal tentang apa yang terjadi padanya.
S membawa bukti chat mesum Kapolsek Parigi berinisial Iptu IDGN yang berisi rayuan untuk tidur bersama dengan imbalan ayah S, akan dibebaskan dari tahanan di polsek setempat.
"Saya datang malam dengan mama dia bilang, 'Dek, kalau mau uang, nanti tidur dengan saya'. Terus beberapa minggu (kemudian) dia tawarkan lagi, dia rayu dia bilang, nanti dibantu sama Bapak kalau misalnya saya mau temani dia tidur," kata S dikutip dari detik.com, Senin 18 Oktober 2021.
Rayuan yang sebagian dilakukan lewat Whatsapp itu berlangsung selama dua hingga 3 pekan. Secara konsisten Iptu IDGN menjanjikan untuk membebaskan orang tua S jika korban mau tidur dengannya.
S pun termakan rayuan Kapolsek Parigi dan kemudian bertemu di salah satu hotel. Usai memerkosa korban, Kapolsek Parigi tak menepati janjinya namun memberi uang pada S. "Dan dia bilang ini untuk Mama kamu, bukan untuk membayar kamu, ini untuk membantu Mama karena dia kasihan Mama," lanjut S.
Tak cukup sekali, Iptu IDGN mengajak untuk kedua kalinya dengan janji yang sama. S pun jadi korban kali kedua. Diketahui, antara pelaku dan korban bertemu ketika S mengunjungi ayahnya di Polsek Parigi. (Dtk)
Catatan redaksi, berita ini mengalami koreksi pada nama pelaku, Selasa 26 Oktober 2021. Redaksi memohon maaf.