Kapolri Persilakan Mengkritik Polri Melalui Lomba Mural
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberi ruang kepada masyarakat untuk mengkritik Polri melalui Lomba Mural 202I. Lomba memperebutkan Piala Bhayangkara dan hadiah puluhan juta rupiah berlangsung di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Sabtu 30 Oktober 2021.
Peeserta dibebaskan mengkritik habis Polri, dengan tetap menghormati etika dan adat ketimuran. Mural yang berisikan kritik membangun terhadap Polri akan dijadikan sahabat Kapolri.
"Kalau itu gambarnya paling pedas, itu juga akan kami terima, dan saya jamin yang berani menggambar seperti itu akan jadi sahabatnya Kapolri, jadi temannya Kapolri," kata Listyo.
Listyo juga mengatakan kritik yang disampaikan masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan introspeksi dalam tubuh Polri agar bisa bekerja dengan lebih baik sesuai dengan harapan masyarakat.
"Kami institusi Polri menginginkan bahwa masyarakat bisa memberikan gambaran kepada kami tentang bagaimana persepsi masyarakat tentang Polri. Sehingga kami tiap hari bisa berbenah institusi, sehingga kita bisa siapkan institusi ini, personil-personil kami jadi lebih baik, jadi Polri yang dipercayai publik, Polri yang dicintai masyarakat," ucap Listyo.
Meski demikian dalam menyampaikan kritik, kata Listyo, tentunya ada hal-hal yang tetap harus dihormati terlebih jika itu berkaitan dengan hak-hak orang lain.
Menurut Sigit, dalam lomba Mural 2021 sudah tersirat jika institusi Polri tidak anti-kritik, namun sebaliknya menghormati kebebasan berekspresi bagi masyarakat.
Bhayangkara Mural Festival 2021 memperebutkan Piala Kapolri menyediakan total yang akan terbagi Rp50 juta untuk juara 1, Rp30 juta bagi runner-up 2, Rp20 juta bagi peringkat ke-3, serta masing-masing Rp10 juta untuk tiga juara harapan.
Polri mengklaim festival mural kali ini dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan ekspresinya dan mengeluarkan kritik-kritik ditujukan pada institusi Polri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui, lomba mural Polri terinspirasi dari penghapusan sejumlah mural yang mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo oleh polisi beberapa waktu lalu.
Listyo mengatakan, gelaran lomba mural tersebut ditujukan untuk membuktikan bahwa Polri tidak anti terhadap kritikan warga.
"Ide ini muncul dari diskusi karena muncul peristiwa 404 presiden Jokowi Not Found. kemudian ada aksi-aksi di lapangan yang menjadi polemik, ada yang menghapus, ada juga yang membiarkan," kata Listyo saat membuka lomba mural di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Sabtu 30 Oktober 2021.
Listyo mengatakan, pihaknya memberikan kebebasan berekspresi kepada para peserta yang ikut dalam kompetisi itu sebagai wadah menyalurkan aspirasi masyarakat terhadap pemerintah dan jajaran Polri.
"Jadi kali ini kita sampaikan bahwa pemerintah, polisi tidak anti-kritik. Dan tentunya itu jadi bagian evaluasi kami untuk jadi lebih baik," kata Listyo.
Sebelumnya Kapolri juga mengatakan bahwa jika ada masyarakat yang memberikan kritik baik negatif maupun positif kepada Polri dalam bentuk mural, akan menjadi sahabat Kapolri.
"Kalau itu gambarnya paling pedas, itu juga akan kami terima. dan saya jamin yang berani menggambar seperti itu akan jadi sahabatnya kapolri, jadi temannya kapolri," kata Listyo.
Polri menggelar lomba Bhayangkara Mural Festival 2021 - Piala Kapolri diikuti oleh 80 tim pemural yang berhasil lolos seleksi dari total 803 pendaftar di seluruh Polda se-Indonesia.
Seni mural memang sempat menjadi polemik setelah sejumlah lukisan jalanan berisi kritikan terhadap pemerintah di hapus oleh polisi beberapa waktu lalu.
Sekitar Agustus lalu, mural wajah mirip Jokowi dengan mata tertutup tulisan 404: Not Found berlatar merah menjadi sorotan. Mural itu tergambar di sekitar wilayah Batuceper, Tanggerang, hingga akhirnya dihapus oleh aparat gabungan. Polisi bahkan mencari sang seniman yang menggambar mural tersebut.
Sejak itu, pihak berwenang getol menghapus mural berisi gambar kritikan terhadap pemerintah di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya.
Aparat di berbagai kota turut menghapus street art atau seni jalanan lain seperti grafiti dan mencopot baliho yang memuat kritik terhadap pemerintah.
Pakar hingga seniman pun menganggap tindakan penghapusan mural itu menggambarkan sikap pemerintah yang semakin represif terhadap kritik dan perbedaan pendapat.
Advertisement