Kapitalisme Meniduri Kelas Pekerja, saat Suami Tolak Bantu Istri
Humor politik tak hanya soal korupsi, atau praktik rasuah. Atau juga bukan soal perilaku politikus di Senayan yang kerap bikin kesal masyarakat.
Kali ini, kita nikmati humor sehari-hari defisini sederhana soal arti politik. Juga makna dari kerja sama dalam satu rumah tangga. Bila pihak suami ogah membantu si istri, ada kemungkinan buruk orang ketiga hadir. Benarkah demikian? Ya, ini sekadar lelucon sekaligus renungan bagi kita bersama. Semoga bermanfaat.
Arti Politik
Seorang anak bertanya ke bapaknya, "ayah, politik itu apa?" Ayahnya menjelaskan, "begini: ayah 'kan pencari nafkah utama di keluarga kita. Jadi ayah kita namai kapitalisme. Ibumu, dia yang mengelola uang, jadi kita sebut dia pemerintah.
Ayah dan ibu mengurus dan memenuhi kebutuhanmu, jadi kita sebut kamu rakyat. Mbak pekerja rumah tangga kita, kita sebut dia kelas pekerja. Dan adik bayimu, kita sebut dia masa depan. Coba kamu pikirkan penjelasan Ayah.
Anak itu berangkat tidur sambil masih memikirkan apa yang dikatakan ayahnya. Sekitar tengah malam ia mendengar adik bayinya menangis. Ia pun bangun dan pergi melihat. Ternyata popok adiknya penuh tai. Anak itu pergi ke kamar orang tuanya, dan dilihatnya ibunya sedang tidur nyenyak.
Tidak mau membangunkan ibunya, ia pergi ke kamar mbak PRT. Kamarnya terkunci. Dari lubang kunci dilihatnya bapaknya sedang meniduri si mbak. Putus asa, ia balik tidur.
Paginya, ia bilang ke bapaknya, "Ayah, saya rasa saya sudah paham apa itu politik."
"Wah, bagus. Coba kamu jelaskan ke ayah."
Si anak menjawab: "Ketika kapitalisme sedang meniduri kelas pekerja, pemerintah tidur nyenyak, rakyat tidak dipedulikan, dan masa depan runyam."
Saat Suami Tolak Bantu Istri
Siti sedang masak di dapur sementara Mamat, suaminya, sedang asyik di depan tv nonton pertandingan bola.
"Bang, sini dong. Tolong betulin pintu kulkas nih, takut makanan di dalamnya rusak kalau gak bisa ditutup," pinta Siti.
Mamat berteriak menjawab, "Apaan, emang gua tukang kulkas. Ogah."
Gak lama, Siti bilang lagi, "Sayang, tolong dong ganti lampu teras yang mati."
Mamat menjawab, "Emang lu pikir gua tukang listrik. enggak, ya."
Beberapa waktu kemudian, Siti bilang lagi, "Sayang, bener deh, lantai kayu di teras jeplok tuh. Kalau gak dibetulin takut ada yang kesandung jatuh."
Mamat dengan kesal menjawab, "Lu anggap gua tukang kayu? Bodo, ah."
Kesal karena berbagai permintaan istrinya, Mamat kabur ke rumah tetangga, nerusin nonton bola.
Sore sudah agak gelap ketika pertandingan selesai, dan Mamat berjalan pulang, merasa bersalah karena perlakuannya kepada istrinya tadi.
Ketika masuk rumah, dilihatnya lampu teras sudah hidup, lantai yang jeplok sudah rapi, dan ketika jalan ke dapur untuk ambil air es di kulkas, pintunya yang macet juga sudah diperbaiki.
"Beib, gimana caranya lu bisa beresin semua masalah tadi?" tanyanya kepada istrinya.
Siti menatapnya, lalu menjelaskan, "Tadi ketika abang pergi, saya terduduk menangis di kursi teras. Seorang pemuda tampan lewat, dan ketika melihat saya menangis, ia bertanya "mengapa dan apakah ada yang bisa ia bantu".
Ia tangani semua masalah tadi. Saya tanya, saya bisa memberi apa atau membayar berapa sebagai ucapan terimakasih. Ia bilang, saya boleh memilih, bikinkan dia kue atau saya tidur sama dia.
"Jadi kamu bikinin kue apa dia?" tanya Mamat.
Siti melotot, bilang, "Emang abang pikir gua Holland Bakery apa? Kaga-lah yaw."
*) Diolah dari catatan Wardah Hafidz.
Advertisement