Kanjuruhan Ungkap Brutalnya Suporter dan Pengamanan Represif
Sidang tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menghadirkan banyak saksi, untuk lima terdakwa mereka. Mulai dari steward di Kanjuruhan hingga Official Persebaya yang ikut di pertandingan melawan Arema FC, pada 1 Oktober 2022 itu.
Kesaksian Official Persebaya
Sidang menghadirkan official Persebaya, pada Selasa 14 Februari 2023. Masing-masing Wakil Security Officer Persebaya Defi Harianto, dan Manajer Persebaya Yahya Alkatiri. Di depan hakim mereka menuturkan brutalnya suporter Arema FC ketika menyemangati timnya, menjamu Persebaya.
Keduanya menyebut mendengarkan nyanyian, juga spanduk rasis dan provokatif yang ditujukan kepada Persebaya. Mereka juga mengaku jadi sasaran lemparan suporter selama pertandingan berlangsung.
"Sepanjang pertandingan lagu 'Bonek jancok dibunuh saja' terus berkumandang. Pelemparan ada waktu bermain, diarahkan ke bench (bangku pemain) kami," kata Yahya Alkatiri, dalam sidang, Selasa 14 Februari 2023.
Mereka dihadirkan sebagai saksi bagi tiga terdakwa dari kepolisian, yaitu Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Minta Setop Pertandingan
Yahya melihat nyanyian dan amarah suporter semakin meningkat ketika Arema FC tertinggal 2-1. Saat itu, ia sempat menyampaikan permintaan agar panitia pelaksana menghentikan pertandingan yang dianggapnya mencekam dan tidak kondusif.
"Saat itu saya sempat ngomong ke match komisioner 'Pak kalau pertandingan seperti ini seharusnya dihentikan', tapi enggak tahu (namanya) orangnya," katanya.
Saksi juga menyebut jika suporter menyerang truk polisi dan kendaraan barakuda, berisi official dan pemain Persebaya, ketika keluar dari Kanjuruhan.
Kebrutalan Bonek
Perihal suporter yang brutal, saksi juga menyampaikan jika suporter Persebaya, Bonek, juga melakukan kekerasan di lapangan. Kondisi ini tetap terjadi meski menurutnya, pihak manajemen telah mewanti-wanti kepada suporter untuk tidak rasis dan brutal ketika di lapangan.
Kesaksian itu muncul ketika jaksa bertanya tentang peristiwa pengrusakan yang dilakukan Bonek di Gelora Delta Sidoarjo, saat kalah melawan Rans Nusantara, dengan skor 1-2.
Jaksa Triyono menyebut, usai pertandingan itu sejumlah fasilitas stadion dirusak oleh suporter.
"(Suporter) saat itu enggak nyerang kami, istilahnya mereka itu (marah), salahe gak tuku pemain larang yo iki ganti rugi (salah siapa enggak beli pemain mahal, ya ini silakan ganti rugi)," kata Yahya Alkatiri menjawab pertanyaan jaksa.
Gas Air Mata
Dalam topik yang sama, jaksa juga bertanya tentang tidak adanya gas air mata yang ditembakkan aparat, dalam laga pada 15 September 2022 itu.
Wakil Security Officer, Defi Harianto lantas mengatakan, saat itu juga terjadi pengerahan aparat usai melihat kerusuhan suporter yang cenderung meningkat. Ia melihat ada penambahan peleton yang turun ke lapangan.
Melihat hal tersebut, Defi segera mendatangi petugas kepolisian dan meminta agar tidak menembakkan gas air mata ke suporter. Sebab menurutnya, tindakan itu tak perlu dilakukan.
"Saya langsung kasih info dan mohon (ke polisi) jangan ditembak Pak, jangan ditembak. Bonek itu marah ke Persebaya yang kalah beberapa kali," lanjutnya lagi.
Gas Air Mata di Kanjuruhan
Kondisi yang berbeda, terjadi di Kanjuruhan. Saksi steward menyebut jika terjadi tembakan gas air mata yang diarahkan ke lapangan, juga ke arah tribun, menguatkan rekaman CCTV.
Saksi dari kepolisian juga menemukan adanya proyektil gas air mata bermerek flashball di tribun penonton.
Meski terdakwa dari kepolisian mengaku tak pernah memerintahkan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Tak hanya gas air mata, polisi juga disebut agresif dalam mengamankan pertandingan di malam itu.
Security Officer Suko Sutrisno menyebut jika polisi memukul suporter lebih dahulu dan memancing suporter lain untuk semakin banyak turun ke lapangan.
“Ada pemukulan ke suporter oleh Bapak aparat (lebih dulu),” kata Suko, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis, 7 Februari 2023. Saat itu ia dihadirkan sebagai saksi atas tiga terdakwa dari aparat kepolisian.
Posisi Steward
Terkait posisi steward dengan kepolisian, Suko menyebut kondisi di lapangan menempatkan steward dalam posisi lebih lemah dibanding aparat, dalam mengamankan pertandingan.
Terdakwa Security Officer Suko Sutrisno mengaku jika posisi steward dalam pertandingan adalah membantu tugas kepolisian. Namun pada kenyataannya, pihak kepolisian yang bertugas tidak ingin diarahkan.
“Steward hanya (bertugas) di dalam stadion. Betul (seharusnya polisi membantu steward) tapi praktik di lapangan, kita di bawah kendali mereka,” katanya dalam sidang pada 27 Januari 2023. Saat itu ia dihadirkan sebagai saksi dari terdakwa Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris.
Ia juga mengaku tak pernah mendapat SK tertulis atas posisinya sebagai security officer, termasuk tugasnya sesuai regulasi pertandingan dan tugasnya baik dari PSSI, LIB, maupun dari Panpel.
Diketahui Suko dan Abdul Haris telah dituntut 6 tahun dan 8 bulan penjara menggunakan Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.
Tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 orang dan puluhan lain masih mengalami dampak gas air mata berkepanjangan.