Kanjeng Rasul Perbanyak Puasa di Bulan Sya’ban? Ini Penjelasan Sahihnya
“Pada bulan Sya’ban, ada kebiasaan dari umat Islam di Indonesia untuk berpuasa. Benarkah hal itu ada dalilnya? Mohon penjelasan dari ustadz?”. Pertanyaan ini diajukan Idham Syarif, warga Bangil Pasuruan pada ngopibareng.id.
Bulan Sya’ban adalah bulan yang banyak memiliki faedah. Beberapa amalan telah diajarkan ulama, seperti membaca Al-Qur’an, memperbanyak shalawat, memperingati malam Nishfu Sya’ban, serta berpuasa di bulan Sya’ban. Berikut ngopibareng.id menyajikan penjelasan lengkap Ustadz Muhammad Iqbal Syauqi:
Puasa khusus Sya’ban barangkali tidak sepopuler puasa sunnah lain yang banyak disebutkan dalam ceramah ataupun pengajian. Kendati demikian, puasa bulan Sya’ban sendiri memang dilakukan oleh Nabi.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam al Bukhari disebutkan:
عَنْ أَبِي سَلَمَةَأَنَّ عَائِشَةَ -رضي الله عنها- حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: "لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ...
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Salamah, bahwa Aisyah berkata: Nabi tidak berpuasa pada satu bulan lebih banyak selain di bulan Sya’ban. Sesungguhnya Nabi berpuasa pada bulan Sya’ban (seolah-olah) pada seluruh bulan.” (HR. Bukhari)
Meski tidak setiap hari, namun karena saking seringnya Nabi didapati berpuasa di bulan Sya’ban, maka disebutkanlah seolah Nabi berpuasa di bulan Sya’ban setiap hari. Imam al Qasthalani dalam Irsyadus Sari yang merupakah syarah Shahih al Bukhari mencatat alasan Nabi memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
Suatu ketika, Nabi ditanya oleh Usamah bin Zaid:
عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Aku bertanya pada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku tak melihat engkau berpuasa dalam sebulan sebagaimana engkau lakukan di bulan Sya’ban.” Rasulullah menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang banyak orang lalai darinya, karena berada di antara bulan Rajab dan Ramadan. Pada bulan Sya’ban, amalan diangkat kepada hadirat Allah, maka aku ingin amalanku diangkat selagi aku sedang berpuasa.” (HR. An Nasa’i)
Demikianlah, karena berada di antara dua bulan yang agung dan kerap dirayakan, yaitu bulan Rajab yang termasuk bulan haram (mulia), dan bulan Ramadan yang merupakan bulan puasa, orang-orang menjadi disibukkan dengan dua bulan itu. Tampak familiar bukan?
Selanjutnya Ibnu Hajar al Asqalani menyebutkan dalam Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari bahwa Aisyah juga meriwayatkan bahwa Nabi banyak berpuasa di bulan Sya’ban karena pada bulan tersebut ajal seorang manusia dicatat, dan Nabi ingin ajal beliau dicatat saat sedang berpuasa.
Dapat kita simpulkan bahwa tujuan Nabi banyak berpuasa di bulan Syaban adalah sebagai ajaran kepada umatnya bahwa bulan Sya’ban adalah momen diangkatnya amal perbuatan. Ketika dalam keadaan berpuasa, tentu itu hal yang baik.
Begitu pula Nabi menyebutkan bahwa keutamaan bulan Sya’ban itu kerap terlupa karena fokus kebanyakan masyarakat teralih pada dua bulan yang mengapitnya, yaitu Rajab dan Ramadan. Padahal, bulan Sya’ban sendiri bisa menjadi bulan persiapan dan ‘pemanasan’ untuk meningkatkan ibadah di bulan Ramadhan nanti. Wallahu a’lam. (adi)