Kang Jalal Telah Pergi, Kesaksian Fachry Ali
Kepergian Jalaluddin Rakhmat, pemikir Muslim terbaik Indonesia, menghadap ke Rahmatullah, Senin 15 Februari 2021 sekitar pukul 15.23 WIB di Rumah Sakit Santoso, Kota Bandung, menyisakan kenangan di mata para tokoh dunia intelektual Indonesia.
Kang Jalal -- panggilan akrabnya -- pendiri Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi) ini, mengembuskan nafas terakhir, setelah berjuang melawan penyakit diabetes yang diderutaya sejak lama dan juga keluhan sesak napas.
Kang Jalal telah menjalani perawatan selama 12 hari di RS Santosa. "Seminggu yang lalu dirawat, dari hari Kamis, berarti kurang lebih 12 hari yang lalu. Beliau ada sesak dan diabetes," ujar Ketua PW Ijabi Jawa Barat Sutrasno, dalam keterangannya pada media, sesaat setelah tokoh Syiah itu dinyatakan meninggal dunia.
Saat ini, pihak keluarga masih merundingkan tempat pemakaman intelektual Muslim yang dikenal ramah ini akan dikebumikan. Namun kemungkinan besar akan dimakamkan di makam keluarga di Rancaekek dekat dengan sekolah Muthahari.
Berikut catatan Fachry Ali, intelektual Muslim produktif, memberi kesaksian atas Jalaluddin Rakhmat:
Baru semalam (14 Februari 2021) saya mendiskusikan Kang Jalaluddin Rakhmat dengan Fu’ad Jabali. Disertasi Fu’ad Jabali yang briliant —yang versi bahasa Indonesianya diterbitkan Mizan— diberi pengantar kritis oleh Kang Jalal. Hari ini, melalui status facebook Ulil Abshar Abdalla, dapat berita mengejutkan tentang kepergian Kang Jalal.
Walau di Indonesia bertemu beberapa kali, pertemuan dan diskusi terlama saya dengan Kang Jalal adalah di the Australian National University (ANU) Canberra. Di bawah bimbingan Harold Crouch, Kang Jalal menulis disertasi di sana.
Maka, kami akrab dan berdiskusi. Kang Jalal pernah memberitahu arti frasa dalam bahas Arab kepada saya, yang saya tak mengerti, ketika memeriksa naskah konferensi Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Ia, bersama Rifqi Rosyad juga sering ke rumah di Hughes dan diskusi tentang kapitalisme-sosialisme bersama sastrawan gaek penulis ‘Atheis’ Achdiat Kartamihardja.
Ketika saya mengambil inisiatif konferensi tentang ‘Kritik dan Apresiasi kepada Indonesianis’, Kang Jalal menerima usulan saya untuk membahas karya-karya Harold Crouch. Sementara saya membahas karya-karya Herbert Feith. Chatib Basri saya usul membahas secara khusus ‘Indonesia: The Rise of Capital’ karya Richard Robison.
Sebelumnya, flat saya di Clayton, Melbourne, dilanjutkan Kang Jalal —ketika saya pindah ke Canberra. Putrinya pada waktu itu, kuliah di Monash University.
Sejak pulang ke Indonesia, saya tak pernah lagi bertemu Kang Jalal. Terakhir saya dengar ia menjadi anggota DPR.
Selamat jalan Kang Jalal.
Demikian catatan Fachry Ali.
Catatan Lain
Sementara itu, Yuliani Liputo, seorang penerjemah yang karya-karyanya diterbitkan Penerbit Mizan Bandung menulis: "Duka menikam. Rasa kehilangan sangat dalam. Airmata kami tak terbendung, demi mendengar kabar langit tentang kepulanganmu. Alfatihah dan shalawat untuk guru kami yang wafat hari ini, sang mata air ilmu, cahaya penyala semangat para pencari, Ustad KH Jalaluddin Rakhmat. Innalillahi wa innalillahi rajiun."