Kang Jalal, Soal Akhlak dan Kaum Dhuafa
Senin, tepat 15 Februari 2021 Kang Jalal, Pakar Komunikasi terkemuka itu menghembuskan nafas terakhirnya. Media mengabarkan bahwa beliau meninggal setelah terserang wabah Covid 19 yang bersarang ditubuhnya. Kabar itu tentu membawa duka bagi kalangan kaum intelektual Indonesia. Bangsa Indonesia tentu sangat berduka setelah kehilangan seorang tokoh intelektual muslim yang berkarakter dan sangat peduli pada kaum dhuafa.
Kang Jalal adalah sosok intelektual yang sangat mempesona anak-anak muda Islam yang progresif pada zamannya. Hal itu lantaran publik mengetahui dengan benar bahwa manakala Kang Jalal berbicara, selalu keluar kalimat-kalimat yang jernih dan membuka wawasan. Saking mempesonanya, teknik komunikasi Kang Jalal pun harus berubah menjadi stigma sebagai orang yang berbahaya.
Kang Jalal kerap dituding sebagai penyebar aliran yang dinilai sesat; Islam mazhab Syiah. Namun sebagai sosok pemikir, Kang Jalal melewati semua tudingan itu dengan cara-cara yang elegan. Ia terus berkarya mencermati perkembangan bangsa dan negara dari sudut keahliannya, Ilmu Komuikasi dan Ilmu Politik. Belakangan Kang Jalal juga mendalami agama dari sudut yang lebih teduh yakni tasawuf. Tasawuf bagi Kang Jalal adalah jalan tengah yang baik guna meratakan jalan dari perselisihan panjang di kalangan umat yang berkelahi diseputar perbedaan figih. Fiqih di mata Kang Jalal adalah "kayu bakar perkelahian" diantara umat Islam yang berlangsung lama.
Bagi Kang Jalal, kondisi tersebut sangatlah berbahaya bagi umat Islam. Dibutuhkan upaya sadar, konstruktif, progresif, terencana dan berkelanjutan agar perpecahan di kalangan umat tidak berlarut-larut. Perkelahian umat di seputar masalah fiqih itu hanya akan menjerumuskan umat Islam itu sendiri. Umat Islam akan terus tertatih-tatih dalam meraih kemajuan yang diharapkan. Melihat kenyataan itu, Kang Jalal menawarkan pentingnya menggeser konflik fiqih dengan mengarus-utamakan pembentukan akhlak yang baik dalam masyarakat.
Akhlak Sebagai Agenda Keumatan
Tawaran Kang Jalal tentang pentingnya Akhlak bangsa sebagai agenda utama pembangunan soliditas dikalangan umat Islam tentulah suatu ajakan yang menarik.
Kang Jalal mengimbau agar tokoh tokoh Umat Islam bersatu untuk menyusun agenda keumatan yang lebih strategis dan sekaligus menjadi titik temu dari aneka mazhab fiqih. Sejalan dengan itu para tokoh Islam diharapkan tidak lagi mempertajam perbedaan figiyah yang keberadaannya di masyarakat melahirkan konflik diantara para pengikut mazhab fiqih yang berbeda tersebut. Fiqih dalam pandangan Kang Jalal memiliki potensi memecah belah masyarakat atas dasar saling klaim kebenaran yang diyakini masing-masing. Puncak dari perkelahian Fiqih itu menurut Kang Jalal adalah usaha mengkafirkan kelompok lain yang berbeda mazhab. Kelompok tersebut akhir-akhir akhir ini dikenal dengan kelompok takfiri, yaitu kelompok yang mudah mengkafirkan orang lain atas dasar perbedaan mazhab yang mereka ikuti.
Ajakan Kang Jalal ini sesungguhnya sejalan dengan pesan Rasulullah Muhammad Saw, "Sesungguhnya aku di utus ke dunia ini untuk menyempurkan akhlak." Penekanan dakwah pada masalah akhlak ini yang menjadi fokus perjuangan almarhum selaku juru dakwah, intelektual dan cendekiawan muslim.
Terjun Total dalam Tasawuf
Kang Jalal terbilang sosok yang unik. Perjalanan hidupnya sangatlah berwarna. Ia tumbuh besar dalam keluarga Islam tradisional. Kang Jalal dikabarkan pernah aktif di Muhammadiyah, sebelum terjun total ke dunia tasawuf untuk kemudian dikenal luas sebagai tokoh terkemuka Syiah. Walaupun demikian dia sempat menolak disebut Syiah karena Syiah di Indonesia tergolong "Syiah Gelombang Ketiga" yang berbeda dengan Syiah yang berada di Iran atau dunia Islam lainnya.
Menurut Kang Jalal, Syiah di Indonesia adalah Syiah yang moderat, rasional, dan terus berusaha untuk melakukan adaptasi dan harmoni dengan dinamika budaya lokal Indonesia.
Pakar Komunikasi itu lahir pada 29 Agustus 1949. Ia semakin dikenal luas karena aktivitasnya pada kajian tasawuf. Kegiatannya itu mampu mempengaruhi kalangan muslim perkotaan. Oleh karena kehebatan analisisnya, Kang Jalal sering disebut sebagai salah-seorang cendekiawan Muslim terkemuka di Indonesia.
Seiring keterbukaan politik, iklim politik Indonesia semakin kondusif dalam menerima perbedaan. Kepada teman saya Heyder Affan, wartawan BBC, secara terbuka Kang Jalal menegaskan bahwa dirinya sebagai penganut Islam Syiah.
"Secara fikih dan akidah, saya sekarang Syiah," kata Jalaluddin Rakhmat dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, di Jakarta, pada pertengahan Juli 2013 lalu.
Pengakuan tersebut diperkuat dengan fakta-fakta, dimana penulis buku Islam Aktual dan Psikologi Komunikasi secara demonstratif berusaha memimpin salah-satu organisasi resmi kaum Syiah di Indonesia, yaitu Ikatan Jamaah Alhulbait Indonesia, atau Ijabi, pada awal Juli 2000.
Jembatan Ikhtiar Sunni-Syiah
Kang Jalal, begitu orang memanggil akrab Doktor ilmu politik lulusan Australian National University ini. Dalam hidupnya Kang Jalal selalu berusaha menjadi jembatan ikhtiar untuk mendekatkan kedua mazhab Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Jalal melihat, sejatinya perselisihan Sunni-Syiah itu adalah semacam kesalahpahaman yang sudah berumur lebih dari seribu tahun. Kesalahpahaman yang panjang itu menurut Kang Jalal perlu diselesaikan secara damal melalui usaha-usaha mengurangi ketegangan diseputaran perbedaan tafsir atas sejumlah ajaran fundamnetal Islam. Selama ini, kata Kang Jalal, terdapat dominasi tafsir atas teks ajaran Islam yang fundamental itu. Dominasi tafsir atas teks itu menurut Kang Jalal seringkali melahirkan pertikaian yang tidak produktif dan cenderung memicu keributan dalam masyarakat.
Oleh karena itu bisa dimengerti jika Kang Jalal lebih memilih jalan Tasawuf sebagai mode persatuan dikalangan Umat Islam ketimbang fiqih. Melalui Tasawuf, Kang Jalal meyakini akan tercipta harmoni karena semua orang akan memilih jalan akomodasi dibanding provokasi yang berujung anarki. Suatu tawaran yang sangat brillian di zaman yang penuh ketidakpastian ini.
Selamat Jalan Kang Jalal, semoga Allah memberi tempat terbaik di sisinya. Amiin.
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement