‘Kampung Tempe’ Sumbertaman, Pasarnya Tembus Lumajang
Ada kampung yang dihuni sekitar 35 perajin tempe di Kota Probolinggo tepatnya, di Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih. Produksi tempe dari “Kampung Tempe” ini tidak hanya dipasarkan di Probolinggo tetapi juga menembus pasar Lumajang.
Sebagai kampung perajin tempe, Sumbertaman sudah menggeliat sejak pagi hari. Para warganya mulai memproduksi tempe, yang dimulai dengan mencuci kedelai kemudian direbus sekitar satu jam.
Kedelai kemudian direndam air selama semalam. Keesokan harinya, kedelai kembali direbus sekitar dua jam. Kedelai yang telah bersih dari kulit arinya, kemudian ditaburi ragi hingga merata. Setelah itu kedelai dikemas sesuai ukuran dan didiamkan selama dua hari hingga menjadi tempe yang siap dikonsumsi.
“Sebagian besar perajin tempe di Sumbertaman mewarisi keahlian turun-temurun dari orangtuanya,” kata Budi Hartono, perajin tempe di Sumbertaman, Sabtu sore, 8 Juli 2023.
Pria 44 tahun ini termasuk perajin tempe skala besar di Sumbertaman dengan mengolah satu kuintal kedelai. Produksi tempe sebanyak 270 bungkus yang terbagi atas 150 bungkus plastik ukuran kecil dan 120 bungkus plastik ukuran besar.
Tempe sebanyak itu, kata Budi, dipasarkan melalui sejumlah pedagang tempe di Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. “Paling banyak melayani para pedagang di Pasar Semampir, Kraksaan,” katanya.
Budi mematok harga tempe Rp 15.000 per bungkus ukuran besar, sementara tempe kecil dijual Rp 2.000 sampai Rp 6.000. Ia pun meraup omset penjualan tempe sekitar Rp 1,7 juta per hari.
Beda lagi dengan Sunawiyah, perajin tempe lain di Sumbertaman. Ia mengaku, mengolah 70 kilogram (kg) kedelai setiap hari untuk dijadikan tempe. “Tempe saya dipasarkan di Pasar Condong, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo,” katanya.
Sementara Ketua Paguyuban Perajin Temper Sumbertaman, Rebudi mengatakan, para perajin tempe di kampungnya merupakan industri rumahan (home indusrtry). Meski berskala kecil mereka tetap bertahan di tengah terus melonjaknya harga kedelai impor dari Amerika Serikat (AS).
“Sekarang harga kedelai impor sekitar Rp11.000 per kilogram. Para perajin tempe berharap, harga kedelai bisa di bawah Rp10.000 per kilogram,” katanya.
Rebudi menambahkan, tempe produksi Sumbertaman biasanya ditandai dengan adanya sepotong daun pisang yang diselipkan di antara plastik pembungkus tempe. Dikatakan dulu para perajin tempe membungkus tempenya dengan daun pisang, berangsur-angsur berganti dengan bungkus plastik tetapi diselipi sepotong daun pisang.
Para perajin tempe di Sumbertaman, kata Rebudi, paling kecil mengolah sekitar 50 kilogram kedelai menjadi tempe. “Yang skala besar, satu sampai dua kuintal kedelai, tetapi hanya beberapa saja,” katanya.
Rebudi mengaku, bangga karena tempe “made in” Sumbertaman bisa mencukupi kebutuhan pasar Probolinggo. Tentu saja, pasokan sebagian tempe juga berasal dari sejumlah perajin lain di luar Sumbertaman.
“Bahkan, sekitar 60 persen kebutuhan tempe di Lumajang dipasok dari Sumbertaman,” ujarnya. Setiap hari, armada mobil pikap dan motor mendistribusikan tempe produksi Sumbertaman ke pasar lokal Probolinggo hingga Lumajang.
Advertisement