Kampung Dok Kota Probolinggo Kembali Terendam
Setelah sekitar tiga tahun tidak “dikunjungi” banjir, Kampung Dok, Kelurahan Mayangan, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo kembali terendam. Hujan deras yang turun Selasa sore, mengakibatkan kampung yang dihuni 225 kepala keluarga (KK) itu terendam banjir.
Genangan akibat hujan sekitar dua jam itu baru surut Rabu pagi, 15 Januari 2020. Untuk membantu meringankan beban warga akibat banjir, Pemkot Probolinggo melalui Taruna Siaga Bencana (Tagana) membuka dapur umum di Mayangan mulai Selasa malam hingga Rabu siang.
Tagana membagikan sekitar 130 nasi bungkus pada Selasa malam. Kemudian pada Rabu pagi, Tagana kembali membagikan 260 nasi bungkus.
Bantuan nasi bungkus juga berasal dari jajaran Polres Probolinggo Kota (Polresta) yang dibagikan kepada warga yang tinggal di dekat Pelabuhan Tanjung Tembaga itu. "Kami ingin membantu warga Kampung Dok yang tidak sempat memasak karena rumahnya kebanjiran,” kata Kasat Binmas Polres Probolinggo Kota, AKP Retno Utami.
Selain itu, polisi juga memberikan pesan peduli lingkungan kepada masyarakat, termasuk memberikan nasi bungkus kepada warga yang terkena musibah banjir.
Berdasarkan catatan, bukan sekali ini saja Kampung Dok tergenang banjir. Tetapi banjir kali ini relatif besar karena hampir tiga tahun kampung tersebut bebas dari banjir.
Banjir bandang dipicu hujan deras ditambah dengan kondisi laut yang sedang pasang. Akibatnya kampung rendah di tepi laut itu terendam banjir semalaman.
Memang tidak ada korban jiwa saat banjir melanda kali ini, juga banjir-banjir sebelumnya di musim hujan. “Kampung Dok sering dilanda banjir terutama saat hujan deras, apalagi kalau laut lagi pasang,” ujar Rahmad, warga setempat.
Berdasarkan letaknya yang “terjepit”, sebenarnya Kampung Dok sudah tidak layak lagi sebagai hunian. Selain rawan banjir, Kampung Dok dihimpit pabrik PT Kutai Timber Indonesia (KTI), yang memproduksi kayu lapis dan particle board.
Bahkan sebagian warga Kampung Dok direlokasi ketika pabrik particle board milik PT KTI berdiri di kawasan pelabuhan. Tetapi tidak semua keluarga direlokasi, masih tersisa sekitar 225 KK yang menghuni RT 1 dan RT 2/RW 6 di Jalan Ikan Cumi-cumi.
Sesuai namanya ”Kampung Dok”, puluhan tahun silam kampung itu memang dipakai ngedok (berlabuh untuk perbaikan) sejumlah perahu dan kapal. Belakangan eks bengkel kapal itu berubah menjadi permukiman padat dengan jalan sempit diapit saluran drainase berair keruh.
Karena ketinggian kampung itu hanya beberapa jengkal di atas permuakaan laut, hujan deras gampang ”menenggelamkan” permukiman itu. Dan banjir hanya salah satu bencana tahunan yang dialami permukiman yang diapit Pelabuhan Tanjung Tembaga dan PT KTI, pabrik kayu lapis di Jl. Tembaga Timur, Kota Probolinggo itu.
Usulan untuk merelokasi Kampung Dok tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain membutuhkan dana besar, juga diperlukan kajian matang, hendak dipindahkan ke mana kampung tersebut.
Sebagai perbandingan, pada 2005 silam, Pemkot Probolinggo dan PT KTI memindahkan sebanyak 35 KK warga Kampung Dok. Bermula ketika PT KTI bermaksud membangun pabrik particle board. Perusahaan kayu lapis itu membutuhkan lahan sekitar 10,05 hektare (Ha).
Tanah yang diincar 4,493 Ha merupakan tanah aset Pemkot Probolinggo, 4,20 Ha milik PT Pelindo III, dan 2,357 Ha milik warga Kampung Dok. Karena lahannya seluas 2,357 Ha dibeli PT KTI, 35 KK Kampung Dok pun dipindahkan ke seberang jalan. Mereka akhirnya menempati Kampung Dok Baru, masih di kelurahan yang sama, Mayangan.
Demi memindahkan 35 KK, Pemkot Probolinggo dan PT KTI pun butuh biaya dan waktu relatif lama. Bahkan sertifikat tanah untuk 35 warga yang kemudian bermukim di Kampung Dok Baru pun baru klir dan diterima warga enam tahun kemudian. Itu pun setelah DPRD berkali-kali mendesak Pemkot Probolinggo agar segera menuntaskan sertifikat warga.
Itu baru pemindahan 35 KK di Kampung Dok (lama) ke Kampung Dok Baru. Bisa dibayangkan betapa ”pusing” pemkot jika harus memindahkan 225 KK di Kampung Dok ke lokasi lain yang lebih layak.