Kampanyekan Sadar Bencana, Ini Ikhtiar Muhammadiyah
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Syamsul Anwar, mengingatkan, Indonesia sebagai negara yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Mengantisipasi hal itu, maka diperlukan sebuah tuntunan teologis dalam melakukan penanganan bencana dengan aturan dan tatanan yang memiliki rujukan jelas.
“Menyadari posisi Indonesia, diperlukan sebuah sistem penanganan bencana yang tersistematisasi. Sehingga dalam melakukan pelayanan tidak besifat acciendntal semata,” tuturnya, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Minggu 13 Januari 2019.
"Menanggapi Indonesia yang mayoritas daerahnya masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang kekinian siklus bencana terjadi diluar prediksi seperti sebelum-sebelumnya".
Menanggapi Indonesia yang mayoritas daerahnya masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang kekinian siklus bencana terjadi diluar prediksi seperti sebelum-sebelumnya.Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar workshop ‘Resistematisasi Buku Fikih Kebencanaan’ Sabtu 12 Januari 2019, di Gedung AR Fakhruddin A, Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Workshop yang dilakukan bertujuan untuk melakukan peninjauan dan resistematisasi Buku Fikih Kebencanaan, hal tersebut dilakukan sebagai respon atas minimnya pemahaman masyarakat luas atas isi buku ini. Juga, pasca terjadinya bencana banyak masyarakat yang belum mendapatkan haknya. Baik dalam segi materi maupun psikologi.
Dalam kesempatan yang sama, sekaligus membuka acara. Sri Atmaja membuka wawasan tentang keadaan geografis peta potesi bencana yang dimiliki Indonesia.
“Indonesia sebagai engara kepulauan, memiliki pemandangan yang luar biasa indahnya. Akan tetapi kita, manusia Indonesia sering dibuat buta tetang potensi bencana yang mengitip dibalik keindahannya,” ungkapnya.
Sebagai keynote speech, Sri menerangkan data-data yang didapatnya tentang beberapa wilayah di Indonesia yang hampir semua masuk ke dalam KRB.
“Semua wilayah Indonesia memiliki riwayat kebencanaan. Jika bicara bencana tsunami, hanya wilayah Kalimantan yang masih minim riwayat bencana sunami di sana. Akan tetapi, jagan dianggap Kalimantan sebagai daerah yang aman sama sekali dari bencana. Karena potensi bencana bukan hanya dari tsunami, melainkan banyak lagi yang lain, termasuk gempa bumi,” urai Sri.
Meski mengetahui fakta tersebut, di Indonesia masih sering mengabaikan tentang persiapan yang diperlukan dalam penanganan bencana. Baik bencana yang unpredictable, maupun predictable.
Ke depan, Sri berharap materi kebencanaan untuk bisa dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Sehingga bisa menyiapkan generasi masa depan yang siap menghadapi bencana. Ia juga mengajak kepada masyarakat untuk sadar bencana.
“Masyarakat kita masih buta tentang kebencanaan, maka tugas kita adalah mengkaji dan mengkampanyekan ke masyarakat untuk sadar bencana. Penyadaran yang bersifat holistik dan menyasar struktural,” tuturnya. (adi)