Libatkan Influencer di Pilkada, Pakar Komunikasi UB Ingatkan Ini
Salah satu Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati Malang, Muhammad Sanusi dan Didik Gatot Subroto bakal menggencarkan kampanye virtual dengan melibatkan influencer di berbagai kanal media sosial. Akademisi mengingatkan agar penggunaan influencer dalam kampanye digunakan untuk menyuarakan isu publik.
Pakar Komunikasi Universitas Brawijaya (UB) Abdul Wahid mengatakan, dalam penyampaian pesannya nanti, pelibatan influencer harus digunakan untuk mengedepankan isu-isu publik. Influencer yang menggunakan ruang publik untuk mempengaruhi khalayak, tak boleh memanfaatkan ruang untuk kepentingan politis semata.
"Calon bupati harus tetap harus memerhatikan isu publik sebagai bahan utama dalam kampanye mereka. Dimensi publik harus diberikan ruang prioritas dalam mengkampanyekan program-program yang ditawarkan," tuturnya pada Sabtu 5 September 2020.
Wahid menilai, penggunaan jasa influencer dalam kampanye politik dianggap sah-sah saja. Sama halnya ketika partai politik menyewa space iklan di media cetak atau reklame. "Dalam hal ini, pilkada, penggunaan influencer untuk menyampaikan pesan secara massif pada calon pemilih merupakan hal yang wajar. Tidak ada yang salah dengan penggunannya," ujar Ketua Pusat Kajian Media, Literasi dan Kebudayaan (Puska Melek) tersebut.
Istilah influencer kata Wahid juga berbeda dengan buzzer atau pendengung. Kampanye dengan menggunakan buzzer tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena dalam praktiknya terkadang menggunakan akun anomin atau akun palsu. "Buzzer beda lagi. Dia bisa berupa akun anonim yang menggunakan beberapa akun palsu dan seringkali (akun) digunakan secara bersamaan (untuk kampanye)," tutur pria yang juga merupakan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UB tersebut.
Wahid menuturkan penggunaan jasa influencer dalam kampanye merupakan cara dari bupati atau kepala daerah untuk menyampaikan program yang dimilikinya. "Sebagai pemilih, masyarakat harus memahami cara kerja komunikasi politik. Masyarakat dituntut sadar bahwa pilkada merupakan hajatan politik, yang melibatkan semua sumberdaya yang dimiliki partai politik untuk mencapai tujuan politisnya," tutupnya.
Advertisement