KamiSketsa GalNas Adakan Workshop Sketsa Gerak
Setelah beraktivitas melalui media daring selama masa pandemi Covid-19, KamiSketsa GalNas hadir kembali dengan format luring sejak 11 November 2021. Untuk menandai kembalinya aktivitas luring KamiSketsa GalNas tersebut, digelar Workshop KamiSketsa GalNas dengan tajuk Sketsa Gerak “Kembang Lambangsari” pada Kamis siang tadi di Ruang Serbaguna Galeri Nasional Indonesia. Workshop ini diikuti para penggiat sketsa dan masyarakat umum lintas profesi.
Dengan menghadirkan narasumber Yusuf Susilo Hartono (sketser dan jurnalis seni budaya) dan moderator Zamrud Setya Negara (Pranata Humas Ahli Muda Galeri Nasional Indonesia), workshop sketsa ini menangkap gerak penari yang membawakan Tari Kembang Lambangsari dalam goresan sketsa.
Untuk membantu peserta melakukan pendalaman terhadap objek sketsa agar hasil sketsa bisa maksimal, pembuatan sketsa dimulai sebelum tarian dipertunjukkan, tepatnya sejak penari melakukan persiapan riasan dan memasang perlengkapan kostum. Aktivitas membuat sketsa terus berlanjut saat penari melakukan pertunjukan Tari Kembang Lambangsari hingga tarian selesai.
Menurut Yusuf, tantangan terbesar sketsa gerak adalah menangkap objek yang bergerak cepat. Pada Tari Kembang Lambangsari juga terdapat dinamika gerak yang sangat variatif seperti gerakan tangan, kaki, kepala, pinggul, dan komponen-komponen perlengkapan kostum. Karena itu,“Live sketchtipe seperti ini membutuhkan kecepatan dan ketepatan. Insting pembuat sketsa dalam merekam gerak dan ekspresi sangat menentukan hasil sketsa,” katanya.
Tari Kembang Lambangsari merupakan sebuah tari modern karya Wiwiek Widiyastuti yang diilhami dari cerita Bapak Jantuk pada kesenian Topeng Betawi. Tokoh Bapak Jantuk digambarkan melalui sosok laki-laki yang memakai topeng bermata sipit, kening menonjol ke depan dan pipinya tembam. Jalannya agak membungkuk dan memakai tongkat. Ia biasanya menggunakan kain ikat kepala (ikat), jas, celana pangsi, sarung, kedok, dan tongkat.
Tari Kembang Lambangsarimenggambarkan Bapak Jantuk sebagai sosok yang riang. Ceritanya mengungkapkan perasaan senang dan kegembiraan dalam mengasuh anak yang diungkapkan dengan bernyanyi, berbalas pantun, dan menari.
“Keriangan yang diusungTari Kembang Lambangsari diharapkan dapat menjadi motivasi para anggota KamiSketsa GalNas untuk tetap optimis menghadapi situasi apapun, terus berkarya dan mengasah kreativitas,” ujar Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto.
Selain itu, acara ini juga diharapkan dapat menyuguhkan variasi dalam aktivitas KamiSketsa GalNas, sehingga tidak hanya menyajikan aktivitas sketsa dengan objek yang tidak bergerak seperti gedung atau bangunan, benda, model manusia, namun juga objek yang bergerak dengan sedikit dinamika maupun dengan dinamika yang sangat variatif.
Hal tersebut diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berbeda bagi para pembuat sketsa, sekaligus untuk mengembangkan keahlian sketsanya.Workshop yang digelar secara luring ini juga menjadi obat kangen bagi para anggota KamiSketsa GalNas untuk bertemu, berdiskusi, bertukar pikiran dan pengalaman setelah tertunda selama pandemi Covid-19.
Profil Yusuf Susilo Hartono
Sketser dan jurnalis ini telah menekuni sketsa gerak selama 40 tahun. Dari tempat gelap (tempat penonton) ia mengabadikan dunia panggung (tari, musik, hingga teater) tradisi, modern, kontemporer, baik di dalam maupun di luar negeri. Ratusan pertunjukan pernah ia buat sketsanya, antara lain pergelaran yang digawangi para maestro dibidangnya seperti Bengkel Teater Rendra, Putu Wijaya, Arifin C.Noer, Teater Koma, Sardono W.Kusumo, Bagong Kussudiardja, tarian Padnecwara, jazz Buby Chen, baca puisi Sutardji Calzoum Bachri, balet Namarina, EKI, tarian Mimi Rasinah, konser Leo Kristi, monolog Niniek L.Karim, dan sebagainya.
Sedangkan pertunjukan dari luar negeri antara lain dance theater Folkwang Tanz Studio Jerman, The National Dance Company Korea, Akram Khan (Inggris), Gerard Mosterd (Belanda), Padmini Chettur (India), Kota Yamazaki (Jepang), Elisa Monte (AS), dan Opera China (Beijing).
Sebagai sketser, karya-karya hitam putih Yusuf pernah dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, Taman Ismail Marzuki (TIM), Balai Budaya, dan Pusat Kebudayaan Jepang. Sebagian karya-karya sketsanyadihimpun dalam buku Menangkap Momen, Memaknai Esensi/Moment ans Essence (2013). Salah satu sketsanya telah menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia, yaitu karya berjudul Demo di DPR Menurunkan Presiden Soeharto (1998). (yis)